Pendamping desa juga memegang peran penting dalam mendorong pendayagunaan lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat. Bukan tugas yang mudah, karena selama ini dibanyak tempat, lembaga kemasyarakatan seakan hanya lembaga papan nama saja. Kondisi ini terjadi karena memang lembaga kemasyarakatan di desa tidak pernah mendapat sentuhan. Di PNPM Perdesaan, LPM, salah satu lembaga kemasyarakatan ini baru disentuh setelah konsep integrasi digaungkan pada awal 2011.
Dalam menguatkan lembaga kemasyarakatan ini, Pasal 98 UU Desa menegaskan, Pelaksanaan program dan kegiatan yang bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan lembaga non-Pemerintah wajib memberdayakan dan mendayagunakan lembaga kemasyarakatan yang sudah ada di Desa.
Tidak kalah penting, pendamping desa juga dituntut mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan Desa yang dilakukan melalui musyawarah Desa. Kebijakan-kebijakan strategis yang berkaitan dengan desa, utamanya pengelolaan pembangunan desa, harus dipertanggungjawabkan melalui musyawarah desa.
Selanjutnya, Pendamping desa juga bertugas mendorong pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan Pemerintahan desa dan pembangunan Desa yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa. Pengawasan secara kelembagaan menjadi tugas utama BPD dan secara partisipatif menjadi hak dan kewajiban masyarakat desa. Karena itu mendorong penguatan fungsi BPD
UU Desa Pasal 61, BPD berhak mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan desa kepada Pemerintah Desa. BPD juga berhak menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Hak-hak inilah yang harus dikuatkan oleh pendamping desa.
Kepala desa memang pemegang kuasa atas pengelolaan keuangan desa, namun UU Desa juga memberi ruang kepada BPD untuk terus terlibat dalam pengambilan keputusan strategis. RPJMDesa, RKPDesa dan APBDesa adalah dokumen strategis yang ditetapkan dengan melibatkan BPD.
Jika sebelumnya, di PNPM, masyarakat dididik mengawasi pelaksanaan kegiatan melalui kelembagaan program yang bernama Tim Monitoring, kemudian dikembangkan menjadi konsep CBM, maka UU Desa mengembangkan konsep Community Based Monitoring (CBM) meluas ke ranah penyelenggaraan pemerintahan desa.
Pada tahap selanjutnya, pendamping desa bahkan dituntut untuk melakukan penyadaran kepada masyarakat desa akan hak dan kewajibannya sebagai warga desa. Pada tahap ini, pendamping desa harus memerankan diri sebagai community organizer yang harus jeli membaca fenomena hubungan sosial antar kelembagaan dan masyarakat.
Untuk itulah, UU Desa Pasal 68 merinci hak Masyarakat  Desa antara lain:
a. meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa;
b. memperoleh pelayanan yang sama dan adil;
c. menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, masyarakat Desa; dan pemberdayaan.
d. memilih, dipilih, dan/atau ditetapkan menjadi: 1. Kepala Desa; 2. perangkat Desa; 3. anggota Badan Permusyawaratan Desa; atau 4. anggota lembaga kemasyarakatan Desa. e. mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketenteraman dan ketertiban di Desa.