Mohon tunggu...
Rabia Edra Almira
Rabia Edra Almira Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

A collegian of Philosophy UI

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Diskusi Terbuka Erotisme: Estetis atau Porno?

22 Oktober 2011   15:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:37 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Diskusi Terbuka bertemakan : "Erotisme : Estetis atau Porno?" diselenggarakan oleh Lentera Filsafat yang berkerjasama dengan Komunitas Mahasiswa Filsafat (KOMAFIL UI)

Latar Belakang :
Masalah mengenai erotis sebenarnya bukan merupakan fenomena baru. Kasus ini pernah menjadi hangat sekali saat adanya pro kontra terhadap RUU Anti-Pornografi dan Pornoaksi marak dilakukan berbagai komponen masyarakat di Indonesia, serta penolakan masyarakat atas diterbitkannya edisi perdana majalah Playboy edisi Indonesia. Erotisme seringkali dikaitkan dengan permasalahan moral, baik-buruk, benar-salah. Erotisme dalam pengertian masyarakat awam yang cenderung mengarah kepada kesan cabul dan porno, sehingga membuat masyarakat terstimulasi dengan perasaan tertentu ketika mendengar kata ‘erotis’ diucapkan. Banyak masyarakat yang memandang bahwa kesan erotis itu sama dengan pornografi. Walaupun pada dasarnya erotis dan ponografi itu memiliki perbedaan. Dalam pandangan KBBI, pornografi itu bisa dibilang suatu penyajian tindakan cabul, sesuatu yang dengan sengaja ditujukan untuk menimbulkan nafsu birahi atau nafsu seksual. Sedangkan erotisme ini sendiri lebih menekankan suatu penggambaran perilaku, keadaan, atau suasana yang didasari oleh libido. Walaupun definisi ini masih bisa di perdebatkan dan masih kerancuan. Erotisme dalam karya seni itu seakan di jadikan suatu nuansa tambahan agar suatu karya seni tersebut mempunyai ‘jiwa’ sehingga terasa lebih hidup. Seni itu sendiri pada dasarnya menjadi suatu media yang tepat bagi manusia dalam mengekspresikan imajinasi dan idenya. Oleh karena itu, manusia menganggap media seni itu sebagai suatu pembebasan atau emansipasi dari dirinya yang selama ini ia kerap mendapatkan represif dari sistem yang membelenggu ide alami nya. Pada kenyataanya banyak ide alamiah manusia yang sering bertabarakan sistem atau nilai yang ada. Apalagi jika kata erotis dikaitkan dengan seni, maka erotisme dalam seni akan mengandung banyak makna interpretasi. Sebenarnya apakah tulisan seni yang mendidkripsikan hubungan seksual termasuk erotsime atau porno? Atau apakah gambar atau adegan film yang setengah atau full telanjang itu juga erortisme juga? Banyak kerancuan dan tabu mengenai masalah ini atau yang berhubungan dengan hal ini yang menimbulkan problema sendiri dalam masyarakat.Tujuan :
Menelaah aspek-aspek erotisme sebagai bagian dalam unsur estetis seni.

Diselenggarakan pada :
28 Oktober 2011 | Pkl.15.00 - 18.00 WIB | Ruang 4101 Gedung FIB UI

Pembicara :
Irsyad [Mahasiswa Filsafat UI]
Chris Advento Watak [Alumni IKJ]
Citra Cahyaning Sumirat [Penari dan Koreografer]Keynote Speaker : Dr. Embun Kenyowati [Dosen Estetika UI]
Moderator : Bramanti Kusuma [Mahasiswa Filsafat UI]

Mari datang dan ramaikan! acara ini GRATIS!
kedatangan anda bisa jadi sebuah awal dari perubahan!

Think Free, Clear and Distinct!

for more information,
Twitter : @lenterafilsafat
FB : facebook.com/lentera.filsafat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun