Mohon tunggu...
Rafi Mutaqin
Rafi Mutaqin Mohon Tunggu... Ilmuwan - Hanya berbagi Informasi

HAMBA ALLAH YANG TAK LUPUT DARI KESALAHAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Broken Home

24 Januari 2020   08:16 Diperbarui: 24 Januari 2020   08:23 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Broken home atau keluarga tak utuh adalah kondisi keluarga yang mengalami perpecahan atau adanya kesenjangan dalam rumah tangga. Bisa karena berawal dari percekcokan kedua orangtua, perselingkuhan, bahkan perkelahian yang berakibat perceraian. 

Dari perceraian kedua orangtuanya anak seakan melihat dunia runtuh dihadapannya karena kehilangan kasih sayang dan juga perhatian yang sangat kurang dari kedua orangtuanya. Mengakibatkan anak memiliki trauman psikis yang cukup fatal dan luka membekas dalam dirinya.

Kebanyakan ditemukan anak remaja yang stress dan frustasi karena faktor utamanya adalah keluarga. Jika saat remaja dia sudah dihadapkam dengan keluarga "Broken Home" banyak remaja yang melampiaskannya ke hal-hal yang negatif karena dia tidak tahan dengan tekanan - tekanan. 

Akibat ke egoisan dari kedua orangtua maka mereka tidak akan fokus dan kurangnya perhatian kepada anak sehingga dampak broken home ialah mudahnya mendapatkan pengaruh buruk dari lingkungan seperti merokok, mabuk, pergi club, mabal, bahkan bisa sampai seks bebas.

Karena sudah tidak menemukan kenyamanan dirumah maka anak remaja itu akan mencari hiburan di rumah yang menurut dia bisa menghilangkan stress. Berawal dengan nongkrong dengan teman-temannya sampai tidak tau waktu bahkan untuk pulang ke rumah pun sudah lupa,  melalaikan segala pekerjaan sekolah sampai menumpuk , dan semua pengaruh buruk yang berdampak negatif pada dirinya. 

Sebaiknya orangtua berfikir panjang atas apa yang telah mereka lakukan karena dapat berdampak buruk bagi mental psikis anak. Anak hanya menjadi korban atas ke egoisan orangtua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun