Mohon tunggu...
Raafi Rai
Raafi Rai Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Baik-baik saja.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Seberbahayakah itu Narkoba?

29 Oktober 2023   08:53 Diperbarui: 29 Oktober 2023   09:03 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

           Rokok, kopi, dan teh adalah hal-hal yang sering kita jumpai sehari-hari. Apa yang terbesit ketika mendengar kata-kata tersebut. Rokok, kopi, dan teh sayangnya bukan tergolong sebagai zat adiktif, tetapi zat aditif. Bisakah kita memikirkan berapa banyak kita bertemu dengan barang-barang tersebut setiap hari. Sangat banyak pastinya, tidak di rumah, tidak di sekolah, tidak kantor, ataupun lingkungan luar, sesering itulah kita bertemu dengan zat aditif dan hal itulah yang namanya kecanduan. Bukanlah terlalu buruk jika kecanduan barang-barang zat aditif, namun akan berbeda ceritanya jika barang itu adalah zat adiktif atau yang dimaksud adalah narkoba.

            Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan narkoba atau narkotika adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan kantuk atau rangsangan. Dalam istilah medis, narkotika adalah obat-obatan yang mempunyai efek khusus dalam mengurangi rasa sakit dan kepekaan yang berasal dari daerah viresal atau organ rongga dada dan rongga perut. Juga dapat menyebabkan keadaan bengong atau efek stupor yang berlangsung selama masih terjaga dan menyebabkan ketergantungan.

            Jenis-jenis narkoba beredar di masyarakat seperti opium, morpin, ganja, kokkain, heroin, shabu-shabu, ekstasi, putaw, alkohol, sedativa atau hipnotika. BNN sendiri membedakan narkoba menjadi 3 jenis berdasarkan risiko ketergantungannya, yaitu mulai dari narkoba golongan 1 seperti ganja, opium, dan  koka  berbahaya  dikonsumsi karena mempunyai risiko kecanduan yang tinggi. Sedangkan narkotika golongan 2 dapat digunakan untuk tujuan pengobatan jika diresepkan oleh dokter. Golongan ini  ada sekitar 85 jenis, beberapa di antaranya adalah Morfin, Alfaprodina dan lain-lain. Golongan 2 juga sangat membuat ketagihan. Dan yang terakhir adalah obat golongan 3, obat golongan 3 memiliki risiko kecanduan yang cukup rendah dan banyak digunakan untuk tujuan medis dan terapeutik.

            Narkoba sendiri mempunyai sejarah yang panjang dimulai sejak 2000 SM pada masyarakat Sumeria. Pada kala itu terdapat tanaman opium yang digunakan untuk penghilang rasa sakit dan obat tidur, dari situlah dimulai penggunaan narkoba pada kehidupan manusia. Mengingat dari sejak dulu narkoba digunakan sebagai obat pereda rasa sakit maka sama halnya seperti pada masa zaman modern ini. Narkoba digunakan secara ketat dan  terpantau selalu dalam penggunaanya di dunia media, dan tidak seenaknya dijual bebas serta bisa digunakan oleh semua orang. Berbeda ceritanya jika zat-zat tersebut dimanfaatkan dalam bidang ilmju pengetahuan secara benar. Narkotika mempunyai khasiat obat dan banyak digunakan  untuk tujuan terapeutik dan pengembangan ilmu pengetahuan serta berpotensi menimbulkan ketergantungan ringan. Untuk beberapa penderita penyakit yang sudah kronis, narkotika dapat digunakan sebagai pereda rasa sakit pada penyakit tersebut.

            Bahaya yang ditimbulkan oleh narkoba sendiri bermacam-macam. Bisa mulai dari kerusakan syaraf otak yang menyebabkan sulit menangkap sesuatu serta mudah hilang ingatan, pernafasan yang tidak stabil serta mudah cepat lelah, hilangnya keseimbangan tubuh, peredaran darah dan jantung bekerja dengan tidak normal karena efek dari zat-zat dari dalam narkoba yang dikonsumsi, yang paling menakutkan adalah timbulnya efek ketergantungan serta efek halusinasi yang ditimbulkan setelah mengonsumsi barang tersebut. Semua hal yang disebutkan sebelumnya adalah gejala-gejala awal sebelum mendatangkan kematian bagi penggunanya. Maka dari itulah narkoba sangat berbahaya bagi manusia apabila tidak digunakan sebagimana mestinya.

            Survei Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan, menunjukkan rata-rata 50 orang meninggal setiap harinya akibat narkoba. Ini berarti sekitar 18.000 orang  meninggal setiap tahunnya akibat kecanduan narkoba. Hal ini sangat mengerikan mengingat bahwa setiap orang sadar akan potensi bahaya yang ditimbulkan apabila setelah mengonsumsi narkotika entah mereka pemakai ataupun hanya sekedar mengetahui. Namu bagi pemakai, hal ini sangat ironis bahwa mereka tahu barang haram barkotika ini dapat menghilangkan nyawa mereke, akan tetapi mereka tetap mengonsumsinya. Barang ini dianggap sebagai pelarian sementara dari persoal-persoalan hidup yang dijalani. Narkoba sebagai pelepas penat apabila zat aditif tidak bisa menahan stres yang terjadi. Dimana justru pelarian tersebut adalah hal yang jauh lebih berbahaya dari yang dikonsumsi sebelumnya.

            Lantas apakah dengan mengonsumsi barang tersebut masalah yang tejadi dalam hidup ini dapat terselesaikan. Bukan menyelesaikan masalah akan tetapi lebih ke menunda persoalan yang terjadi. Hal ini malah justru bisa berakhir buruk mengingat bukannya kita menyelesaikan masalah yang ada, akan tetapi kita makah terus megulur-ulurnuya yang mungkin justru malah menimbulkan masalah baru. Masalah ekonomi yang mungkin akan  ditimbulkan. Mungkin tidak apa-apa pikir para pengonsumsi jika hanya sekali. Namu, disinilah letak malapetaka dimulai. Memang narkotika dapat menimbulkan efek halusinasi ataupun penenang bagi penggunaanya, tetapi apakah mereka lupa bahwa barang haram ini juga menimbulkan efek ketagihan. Apakah belajar dari orang yang sudah rehabilitasi dari narkoba bahwa barang tersebut menimbulkan efek ketagihan yang sangt menyakitkan bagi penggunanya. Mereka akan terus-menerus maju mengonsumsi lebih. Sepeser demi peserpun akan tidak terasa mereka hambur-hamburkan untuk barang haram ini sehingga ujung-ujungnya masalah lama tidak selesai, masalah baru yaitu masalah ekonomi akan timbul karena menginginkan barang ini selalu mau berapapun peser uang yang akan mereka keluarkan.

            Belajar dari pengalaman penangan yang sudah dilakukan bahwa bukannya pihak berwajib ikut menangani pemberantasan narkoba, akan tetapi malah ikut "kecemplung" dalam bisnis haram ini. Mengingat kasus pihak kepolisian malah menjadi bandar setelah melakukan penyitaan. Mereka melakukan penjualan narkoba secara terstruktur dan terorganisir. Sangat bahaya mengingat salah satu institusi pihak berwajib yang profesional, berintegritas, serta terorganisir yang seyogyanya melkakukan tindakan preventif untuk menangani masalah ini, malah menjadi gembong penjual itu sendiri. Mengingat hal ini sangat mengecewakan bahwa ternyata kasus ini tidak hanya satu kali terjadi, tetapi banyak sekali kasus yang terjadi namun belum terungkap yakni instansi pemerintah ikut andil dalam penjualan bisnis haram narkotika. Hal ini tidak dapat dibenarkan mengingat bahwa pihak berwajib yang menangani penanganan narkoba malah menjadi bandar narkoba itu sendiri.  

            Penanganan narkoba di negara Indonesia sendiri dipandang belum maksimal. Masih banyak potensi dari intrumen-intrumen pemerintah yang dapat dimaksimalkan kembali kinerjanya. Banyak hal-hal fundamental dalam penangan ini yang justru dilalaikan oleh segenap orang yang bertanggungjawab dalam penanganan narkotika. Kurang tindakan yang tegas menjadi PR yang perlu diperhatikan. Ketidakprofesionalan dari para aparat-aparat penegak hukum menjadi tolak ukur kenapa penanganan narkoba berjalan di tempat. Serta kurangnya sosialisasi dan penyuluhan serta usaha-usaha tindakan preventif lainnya yang dinilai kurang masif dan tepat sasaran.

            Dapat dilihat sekarang ini bahwa model dekriminalisasi yang menyasar pecandu narkoba serta upaya Pemerintah untuk mengurangi dan mengatasinya dengan cara menggalakkan dan merehabilitasinya belum menunjukkan nilai yang memuaskan. Sistem kriminalisasi dengan menempatkan di penjara daripada sistem rehabilitaso. Oleh karena itu, inilah salah satu alasan mengapa lebih banyak pecandu narkoba yang berada di penjara dibandingkan di pusat pengobatan dan rehabilitasi.

            Narkotika harus lebih ditangani serta ditingkatkan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pengetatan instrumen kekuasaan dalam hal menangani barang ini perlu diperketat. Peninjauan kebijakan serta proyek jangka panjang untuk menangani masalah ini harus lebih dipikirkan secara lebih serius dan matang-matang. Pembenahan serta evaluasi harus tetap dilakukan untuk meninjau segala upaya yang ada agar dapat berjalan secara berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun