Mohon tunggu...
Raabiul Akbar
Raabiul Akbar Mohon Tunggu... Guru - ASN Guru MAN 1 Kota Parepare

Universitas Al-Azhar Mesir Konsentrasi Ilmu Hadis SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Konsentrasi Ilmu Hadis dan Tradisi Kenabian Anggota MUI Kec. Biringkanaya Makassar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketimpangan yang Kian Nyata

7 Oktober 2024   10:26 Diperbarui: 7 Oktober 2024   10:29 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketimpangan dalam berbagai sektor kehidupan sering kali menjadi pembicaraan hangat di Indonesia. Namun, baru-baru ini, ada isu yang menyorot perhatian lebih dalam: anggota DPR kini tidak lagi mendapatkan rumah dinas, tapi sebagai gantinya, mereka menerima tunjangan perumahan sebesar Rp 30-50 juta per bulan. Di sisi lain, pekerja di atas UMR diwajibkan untuk memberikan kontribusi 3 persen dari gaji mereka untuk Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat), sebuah program yang digadang-gadang untuk mendukung kebutuhan perumahan bagi masyarakat.
Mari kita lihat ketimpangan ini dari dua sisi. Pertama, para anggota DPR yang memiliki gaji dan tunjangan fantastis. Tunjangan perumahan sebesar puluhan juta setiap bulan adalah jumlah yang cukup besar, bahkan jika dibandingkan dengan gaji pokok sebagian besar pekerja di Indonesia. Sementara itu, masyarakat umum, khususnya pekerja di atas UMR, menghadapi pemotongan 3 persen dari gaji mereka setiap bulan untuk program yang bertujuan membantu mereka mendapatkan perumahan---tapi apakah hasilnya terasa nyata?

Pertanyaan yang kemudian muncul di benak kita adalah: mengapa para wakil rakyat ini, yang seharusnya memiliki tanggung jawab moral untuk mendorong kesejahteraan rakyat, justru tampak menikmati berbagai fasilitas dan tunjangan yang terkesan berlebihan? Tunjangan perumahan yang mencapai puluhan juta hanya salah satu contoh ketidakadilan ini.

Di sisi lain, rakyat kecil dipaksa untuk berjuang dengan pemotongan gaji, yang bagi sebagian orang mungkin sudah pas-pasan, demi program perumahan yang belum tentu memberi dampak langsung terhadap kehidupan mereka. Bagi banyak pekerja, 3 persen dari gaji mungkin terdengar kecil, tapi bagi mereka yang hanya memiliki cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, setiap rupiah sangat berarti.

Masalah ketimpangan ini tak hanya tentang angka di atas kertas, tetapi bagaimana kebijakan ini bisa menciptakan rasa ketidakadilan di masyarakat. Bagaimana mungkin wakil rakyat yang seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat justru seakan menikmati kehidupan yang jauh lebih nyaman daripada mayoritas rakyat yang mereka wakili?

Indonesia membutuhkan kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat. Pemotongan gaji untuk Tapera mungkin terlihat seperti solusi bagi permasalahan perumahan rakyat, namun kita harus bertanya: Apakah kebijakan ini benar-benar adil? Dan di mana posisi para wakil rakyat dalam membangun kesejahteraan bersama?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun