Mohon tunggu...
Raabiul Akbar
Raabiul Akbar Mohon Tunggu... Guru - ASN Guru MAN 1 Kota Parepare

S1 Universitas Al-Azhar Mesir. S2 SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beasiswa Indonesia Bangkit (BIB) LPDP Kemenag RI. (Dalam Negeri) Anggota MUI Kec. Biringkanaya. Sulawesi Selatan. Penulis buku "Perjalanan Spiritual Menuju Kesempurnaan Melalui Cahaya Shalat" dan "Warisan Kasih: Kisah, Kenangan, dan Hikmah Hadis". Prosiding : the 1st International Conference on Religion, Scripture & Scholars Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal Jakarta, berjudul "The Spirit of Ecology in the Hadith: Protecting Nature in Love of Religion" yang terbit pada Orbit Publishing Jakarta. Hal. 237-249. Tahun 2024. Peneliti Jurnal Ilmiah sinta 6 berjudul "Zindiq Al-Walīd bin Yazīd An Analysis of Orthodoxy and Heterodoxy in the perspective of Civil Society in the Umayyad Dynasty" yang terbit pada Journal Analytica Islamica Program Pscasarjana UIN Sumatera Utara Medan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Rasa Sakit, Jalan menuju Keberhasilan

3 Oktober 2024   23:18 Diperbarui: 4 Oktober 2024   00:46 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://kumparan.com/widy-wirasugema1527591434855/rasa-sakit-1527649698338/full

Ada satu kenyataan yang sering kali dilupakan oleh mereka yang bermimpi besar--- yaitu rasa sakit. Bukan hanya rasa sakit fisik, tapi juga mental dan emosional. Semua orang yang pernah meraih kesuksesan dalam hidupnya memahami satu hal: rasa sakit bukanlah musuh. Justru, ia adalah sahabat setia yang akan menemani kita dalam setiap langkah menuju puncak.

Rasa sakit bukanlah akhir. Ia adalah pintu gerbang menuju transformasi. Tidak ada yang besar, tidak ada yang megah yang bisa dicapai tanpa melewati titik-titik rasa sakit. Mereka yang gagal adalah mereka yang berhenti di tengah perjalanan, sementara mereka yang sukses adalah yang terus bergerak, memeluk rasa sakit dan membiarkannya membentuk mereka menjadi lebih kuat, lebih tangguh.

Ketika kita mulai melihat rasa sakit bukan sebagai beban, tetapi sebagai katalis perubahan, kita menjadi tak terbendung. Bayangkan seorang atlet yang setiap hari menantang batas fisiknya. Ia tidak lari dari rasa sakit otot yang membara, melainkan mendatanginya, menyelami rasa sakit tersebut, karena ia tahu bahwa hanya dengan melewati batasan inilah ia bisa menjadi lebih kuat. 

Sama halnya dengan para pelajar dan pekerja yang bertekad mengubah nasib mereka. Mereka harus merangkul rasa sakit itu, menjadikannya bagian dari proses pendewasaan dan perubahan diri.

Setiap kali rasa sakit datang menghampiri, tanya dirimu sendiri, "Apakah ini benar-benar yang aku inginkan?" Jika jawabanmu adalah "Ya," maka biarkan rasa sakit itu menjadi bahan bakarmu. Jika ada yang meragukan jalanmu, yang mengatakan bahwa kamu terlalu keras pada dirimu sendiri, biarkan mereka berbicara. 

Karena pada akhirnya, hanya dirimu yang tahu seberapa besar mimpimu, seberapa besar keinginanmu untuk berubah, untuk berhasil.

Rasa sakit tidak pernah bohong. Ia hanya menanyakan satu pertanyaan sederhana yang harus kita jawab dengan tindakan, bukan kata-kata: "Apakah kamu benar-benar ingin mencapai tujuanmu, atau kamu hanya pembual?"

Jadi, peluklah rasa sakit itu. Biarkan ia menjadi teman terbaikmu dalam perjalanan panjang menuju kesuksesanmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun