Mohon tunggu...
Raabiul Akbar
Raabiul Akbar Mohon Tunggu... Guru - ASN Guru MAN 1 Kota Parepare

S1 Universitas Al-Azhar Mesir. S2 SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beasiswa Indonesia Bangkit (BIB) LPDP Kemenag RI. (Dalam Negeri) Anggota MUI Kec. Biringkanaya. Sulawesi Selatan. Penulis buku "Perjalanan Spiritual Menuju Kesempurnaan Melalui Cahaya Shalat" dan "Warisan Kasih: Kisah, Kenangan, dan Hikmah Hadis". Prosiding : the 1st International Conference on Religion, Scripture & Scholars Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal Jakarta, berjudul "The Spirit of Ecology in the Hadith: Protecting Nature in Love of Religion" yang terbit pada Orbit Publishing Jakarta. Hal. 237-249. Tahun 2024. Peneliti Jurnal Ilmiah sinta 6 berjudul "Zindiq Al-Walīd bin Yazīd An Analysis of Orthodoxy and Heterodoxy in the perspective of Civil Society in the Umayyad Dynasty" yang terbit pada Journal Analytica Islamica Program Pscasarjana UIN Sumatera Utara Medan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Rabiul Akhir: Asal Usul dan Kisahnya

8 Agustus 2024   06:36 Diperbarui: 8 Agustus 2024   06:42 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Rabi'ul Akhir, bulan keempat dalam kalender Hijriyah, menyimpan makna yang kaya dan sejarah yang mendalam. Nama bulan ini, yang dalam bahasa Arab berarti "Musim Semi Terakhir," menggambarkan pergantian musim yang terjadi pada zaman sebelum kalender Hijriyah diperkenalkan. Penamaan ini tidak hanya mencerminkan kondisi iklim dan lingkungan pada masa itu, tetapi juga menyimpan berbagai kisah berharga yang dapat memberikan pelajaran berharga tentang sejarah, budaya, dan nilai-nilai kemanusiaan dalam Islam. Melalui pemahaman tentang asal-usul dan makna bulan Rabi'ul Akhir, kita dapat memperkaya pengetahuan kita tentang warisan budaya Islam dan memperdalam apresiasi kita terhadap sejarah yang membentuk identitas umat Muslim hingga hari ini.

Bulan Rabi'ul Akhir, atau sering juga disebut Rabi'ul Tsani, adalah bulan keempat dalam kalender Hijriyah. Nama "Rabi'ul Akhir" memiliki makna yang terkait dengan musim dan sejarah Arab kuno. Dalam bahasa Arab, "Rabi'" berarti musim semi, sementara "Akhir" berarti yang terakhir. Oleh karena itu, Rabi'ul Akhir dapat diterjemahkan sebagai "Musim Semi Terakhir." Penamaan ini terkait dengan waktu ketika bulan ini jatuh pada zaman sebelum kalender Hijriyah diperkenalkan, yaitu ketika masyarakat Arab menggunakan kalender lunar yang berpatokan pada musim.

Kitab klasik seperti "Kitab al-Aghani" karya Abu al-Faraj al-Isfahani, yang merupakan salah satu referensi otoritatif dalam studi sejarah dan budaya Arab, menjelaskan bahwa bulan ini dinamakan demikian karena pada periode tersebut, di sebagian besar wilayah Arab, musim semi mulai berakhir dan berganti dengan musim panas. Hal ini juga dikonfirmasi dalam kitab "Al-Ma'arif" karya Ibn Qutaybah, yang menyebutkan bahwa nama-nama bulan dalam kalender Arab kuno banyak dipengaruhi oleh kondisi iklim dan lingkungan.

Sebagai contoh kisah terkait bulan Rabi'ul Akhir, ada satu cerita menarik yang dikisahkan oleh sejarawan al-Mas'udi dalam kitab "Muruj al-Dhahab". Diceritakan bahwa pada bulan ini, tepatnya pada tahun ke-10 kenabian, Nabi Muhammad SAW menerima kedatangan sekelompok utusan dari suku Najran yang ingin mempelajari lebih dalam tentang Islam. Pertemuan tersebut berlangsung dengan penuh kedamaian dan keterbukaan, menggambarkan betapa pentingnya dialog dan saling pengertian antaragama. Kisah ini tidak hanya menyoroti makna sejarah bulan Rabi'ul Akhir, tetapi juga nilai-nilai universal yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Interaksi antara Nabi dan utusan Najran ini menjadi salah satu momen bersejarah yang menggambarkan toleransi dan persaudaraan dalam Islam. Melalui kisah ini, pembaca dapat memahami bahwa setiap bulan dalam kalender Islam memiliki makna dan cerita yang mendalam, yang dapat memberikan pelajaran berharga tentang sejarah, budaya, dan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian, bulan Rabi'ul Akhir bukan sekadar nama bulan, tetapi juga mengandung sejarah dan hikmah yang dapat kita pelajari dan renungkan bersama.

Dengan mengetahui latar belakang dan sejarah penamaan bulan Rabi'ul Akhir, kita tidak hanya memperkaya wawasan kita tentang kalender Hijriyah, tetapi juga memahami lebih dalam konteks budaya dan sosial yang melatarbelakangi penamaan tersebut. Pembaca diundang untuk merenungkan bahwa setiap bulan dalam kalender Islam bukan sekadar penanda waktu, melainkan juga sarat dengan sejarah dan nilai-nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi. 

Melalui kisah-kisah seperti interaksi antara Nabi Muhammad SAW dan utusan Najran, kita diajak untuk memaknai pentingnya dialog dan saling pengertian dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita bersama-sama menggali lebih dalam lagi hikmah yang tersembunyi dalam penamaan setiap bulan Hijriyah, karena dengan memahami sejarah dan nilai-nilai tersebut, kita dapat memperkaya kehidupan spiritual dan sosial kita. Apakah Anda sudah pernah mendengar kisah menarik lainnya terkait bulan-bulan Hijriyah? Bagikan pemikiran dan pengetahuan Anda, karena berbagi ilmu adalah bagian dari merawat warisan budaya kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun