Menikah adalah salah satu momen paling membahagiakan dalam hidup. Menikah adalah sebuah fase perubahan dari status "lajang" menjadi "berkeluarga".Karena menjadi momen penting, maka resepsi pernikahan menjadi hal yang dipersiapkan dengan benar-benar matang.
Nah, hanya satu saran saya. Jangan melangsungkan resepsi pernikahan di awal tahun, ada saat rajin-rajinnya hujan turun. Ini saran penting karena menyangkut kisah pernikahan saya tahun 2009 silam.
Menikah pada tanggal 11 Januari benar-benar berkesan bagi kami. Bukan karena banyaknya ucapan selamat dari keluarga dan kolega, melainkan karena gangguan musim hujan waktu itu.
Mula-mula keluarga meminta petunjuk seorang "tetua" untuk menentukan hari baik melangsungkan pernikahan. Tetua, berdasarkan hitung-hitungan penanggalan tradisional, menyarankan kami melangsungkan resepsi pernikahan sehari sebelum hari H yang kami pilih sendiri. Tetua bilang itu hari baik. Cuaca juga akan baik. Belakangan kami sadar tidak memperdulikan kata tetua itu. Hari yang dipilih mundur sehari dari hari yang ditentukan tetua.
Tibalah hari itu. H-1 siang hari, awan gelap, disusul angin kencang. Tanda-tanda hujan akan turun lebat terlihat jelas. Terop didirikan. Kebetulan rumah kami berada di pinggir jalan desa. Karena tidak ada halaman yang memadai, kami meminta izin mendirikan terop di tengah jalan. Kendaraan yang sehari-hari lalu-lalang diarahkan memakai jalan alternatif.
Benar saja. Sore hari saat keluarga mempersiapkan segala sesuatunya untuk besok, angin menyebabkan aliran listrik padam, lalu disusul hujan yang turun mulai magrib. Acara masak-memasak dari yang sebelumnya di tempat terbuka, dipindahkan ke teras-teras rumah tetangga.
Hingga sekitar jam 10 malam hujan tak juga reda. Malah kian membesar. Kisah banjir di kampung tahun lalu terulang lagi. Listrik yang masih mati sangat merepotkan. Karena hujan, petugas pembuat tempat pelaminan tidak datang malam itu. Ia berjanji akan mengerjakan tugasnya besok pagi-pagi. Sementara itu informasi banjir yang melanda kampung tetangga menyebabkan aktivitas persiapan pesta terganggu. Apes.
H-1 pagi hari. Hujan masih turun meski gerimis. Petugas pembuat pelaminan baru menyelesaikan tugasnya sekitar jam 8, tugas yang seharusnya diselesaikannya tadi malam. Lampu masih mati dan tentu saja harus memakai tenaga genset untuk menghidupkan alat-alat elektronik.
Inilah celakanya. Beberapa saat setelah tempat pelaminan yang berdiri di jalan itu rampung, datang petugas Polsek, meminta izin agar tempat pelaminan dibongkar karena siang nanti akan ada rombongan gubernur yang lewat untuk meninjau banjir. Jalan ini memang akses yang paling dekat menuju lokasi banjir. Tempat pelaminan tak jadi dibongkar setelah saya jelaskan dengan baik dan benar.
Resepsi dimulai. Diawali dengan akad nikah yang disaksikan para hadirin. Lucunya, ada seorang pejabat yang saya minta menjadi saksi nikah, datang dengan sepatu boots dan jaket. Ia mengaku terlambat dan juga mengaku baru selesai meninjau banjir. Tak apalah. Acara harus jalan terus hingga selesai sekitar pukul 13.00 Wita. Ini bukan waktu yang saya patok, melainkan yang diminta oleh petugas desa. Tidak ada tawar-menawar lagi. Rombongan gubernur harus lewat. Yaaah.
Setelah selesai acara. Saya masuk kamar. Saya dapati istri saya menangis. Penyebab utamanya, di momen penting ini tak ada juru foto. Tak ada yang mengingat dokumentasi. Seminggu setelah hari pernikahan ada teman yang mengirimkan kami foto "sekedarnya". Saat hadir, teman saya itu menjepret momen saya salaman sewaktu proses pernikahan. Foto hanya itu saja. Terima kasih temans.