Mohon tunggu...
Ahmad Irsan
Ahmad Irsan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

thought, feeling and hope

Selanjutnya

Tutup

Money

Memahami Risiko Jabatan

29 Maret 2012   05:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:19 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Jika dalam berhadapan dengan internal organisasi saja sudah merasa terganggu bagaimana mungkin dapat diharapkan memberi pelayanan terbaik saat berhadapan dengan external organisasi”

Ada yang menarik terjadi kemarin pagi, seorang teman di kantor menyampaikan bahwa pejabat yang bertanggungjawab terhadap masalah SDM curhat bahwa dia sangat terganggu dengan keluhan, komplain dan kritik pegawai. Saya katakan menarik disini karena berarti pejabat tersebut tidak memahami risiko sebuah jabatan. Bahwa bagian SDM, general affair atau sekretariat sebuah organisasi memiliki stakeholder dari internal organisasi itu sendiri sehingga wajar bila dalam melaksanakan tugas dan men-delivery supporting services akan berhadapan dengan hal-hal di atas. Hal tersebut hendaknya dimaknai sebagai bahan evaluasi bahwa ada sistem dan fungsi yang tidak berjalan sebagaimana seharusnya.

Rekan-rekan di unit tehnis pun memiliki risiko yang sama, sebagai garda terdepan dari organisasi mereka memiliki stakeholders dari luar organisasi sehingga keluhan, komplain, dan kritik yang dihadapi jauh lebih tajam dan berani karena yang dilayani merasa independen dan terlepas dari struktur organisasi. Jika dalam berhadapan dengan internal organisasi saja sudah merasa terganggu bagaimana mungkin dapat diharapkan memberi pelayanan terbaik saat berhadapan dengan external organisasi (masyarakat).

Jika ada pertanyaan mengapa yang protes hanya beberapa pegawai atau kelompok pegawai saja? Hal ini jangan dianggap bahwa pegawai yang lain puas terhadap kinerja yang ada karena harus disadari bahwa dalam suatu organisasi memiliki karakter pegawai yang berbeda dan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1.Pegawai Opportunis, yaitu pegawai yang tidak puas namun dengan berbagai alasan tidak berani mengemukakan pendapatnya dan berharap agar ada pegawai lain yang bicara. Kelompok ini merupakan mayoritas dalam suatu organisasi;

2.Pegawai Cuek,tipe ini tidak pernah mau tau organisasi maju atau tidak…selama gaji dibayar secara rutin, tepat waktu dan tepat jumlah mereka akan tetap bekerja seperti robot;

3.Pegawai Penjilat, ini tipe paling berbahaya karena rela berbuat, berkata dan bersikap apa saja selama memperoleh benefit pribadi. Kelompok ini yang sering membuat pimpinan terjerumus dan melemahkan organisasi;

4.Pegawai Peduli, kelompok ini lah yang biasanya selalu berani bicara terhadap adanya sistem dan fungsi yang tidak berjalan dengan baik dan benar. Kelompok ini tidak banyak peminatnya karena menanggung risiko secara pribadi bila ternyata pihak manajemen termasuk yang tidak suka dikritik. Tapi sebenarnya, justru kelompok ini lah yang paling cinta dan peduli terhadap kemajuan dan kemunduran suatu organisasi.

Kembali ke tema tulisan, jika kita memahami karakter SDM seperti di atas dan risiko dari jabatan yang dimiliki, maka dinamika yang ada dapat disikapi sebagai sebuah tantangan untuk terus meningkatkan kinerja dan juga sebagai bahan evaluasi dan internalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi yang diamanatkan. Namun bila sikap yang diambil adalah sebuah resistensi yang tinggi, maka hal tersebut justru menimbulkan beberapa pertanyaan berikut :

1.Apakah hasil assessment telah diterapkan dengan benar dan tepat?

2.Apakah kapasitas dan kapabilitas pemangku jabatan tersebut sudah sesuai dengan jabatannya?

3.Apakah kematangan emosional sudah menjadi salah satu prasyarat dalam menduduki sebuah jabatan?

4.Bahwa sikap open minded belum dimiliki oleh si pemangku jabatan?

Lalu apa yang harus dilakukan? Secara personal jawabannya ya harus berani jujur pada diri sendiri (introspeksi) kemudian meningkatkan kapasitas, kapabilitas dan kematangan emosional yang dimiliki agar sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh jabatan tersebut plus belajar untuk bersikap open minded, yaitu tidak alergi dengan kritikan dan masukan dari pihak lain. Ini yang disebut wisdom. Jika tidak sanggup untuk melakukan hal tersebut, ya harus berani mundur demi kemajuan organisasi karena jika terus dipaksakan (dalam jangka panjang) justru menjadi bakteri yang akan melemahkan dan merugikan organisasi.

Terakhir….mari kita bangga untuk jujur!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun