Mohon tunggu...
Ahmad Irsan
Ahmad Irsan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

thought, feeling and hope

Selanjutnya

Tutup

Money

Aku dan Saya : Dialog Tentang Kepemimpinan

3 Februari 2014   09:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:13 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ntah sejak kapan Aku mulai tertarik dengan situasi politik. Mungkin karena tiada waktu tanpa suguhan informasi politik di negeri ini. Bangun pagi, sudah melihat berita perdebatan para politikus di televisi.

Saat menuju kantor, mencoba nyalain radio dengan harapan akan mendengar lagu-lagu sebagai penyemangat bekerja. Eh, malah mendapat sajian breaking news pertikaian antara tokoh publik di republik ini.

Ibu pertiwi memang sedang galau. Bagaimana tidak, sejak orde reformasi bergulir bangsa ini tidak semakin baik. Rakyat selalu disajikan informasi dan menghadapi kondisi yang tidak jelas. Keputusan yang selalu berubah-ubah. Inkonsistensi penerapan kebijakan. Seakan bangsa ini berjalan tanpa peta. Tidak tahu mau dibawa kemana bangsa ini.

Ternyata kondisi tersebut juga menular hingga tingkat bawah. Termasuk di kantor. Pagi si Bos bilang A, siangnya nyuruh B trus sore arahannya C. Setelah konsep maju, malah disposisinya kembali ke A.

Aku: “Gue heran, napa selalu berubah-ubah?”

Saya: “Apanya yang berubah? Kayak Power Rangers aja berubah?”

Aku: “Itu loh, kebijakan pimpinan. Jauh dari apa yang disebut konsisten. Nota

Gue mondar-mandir doang tanpa keputusan yang jelas.”

Saya: “Sebentar dulu, jangan cepat nyalahin pimpinan. Lu dah baca disposisinya

dengan benar?”

Aku: “Lah arahannya cuma teliti-pendapat. Trus Gue harus gimana?”

Saya: “Kalau begitu, Lu harus sampaikan beberapa alternatif kebijakan yang dapat

diambil. Dan di setiap alternatif didukung dengan pertimbangan yang jelas

dan disertai konsekuensinya.

Aku: “Tudia masalahnya, Bro. Bos tidak mau disajikan alternatif. Beliau inginnya

konsep keputusan sudah disajikan dari bawah.”

Saya: “Kok bisa? Bukannya pengambilan keputusan merupakan tugas seorang

pimpinan?”

Aku: “Pemimpin saat ini tidak berani mengambil risiko. Tapi doyan fasilitas.”

Saya: “Risiko itu selalu ada dari setiap keputusan yang diambil. Tidak bisa

dihindari, tapi dapat dikelola. Dan itu merupakan seni dari kepemimpinan.

Hal terpenting adalah keputusan tersebut memiliki justifikasi dan

argumentasi yang kuat.”

Aku: “Kesadaran seperti itukan tidak dimiliki setiap pemimpin, Bro?”

Saya: “Itu bukan hanya untuk pemimpin tapi juga untuk yang dipimpin.”

Aku: “Loh, napa anak buah juga harus memahami hal tersebut?”

Saya: “Kepemimpinan itu bukan hanya bagaimana bersikap sebagai pemimpin,

namun juga bicara tentang sikap dan tindakan saat dipimpin.”

Aku: “Maksudnya sebagai anak buah Gue juga harus memahami konsep

kepemimpinan?”

Saya: “Bukan hanya paham, tapi juga berani melaksanakannya. Mayoritas anggota

sebuah organisasi atau institusi menghadapi kendala tersebut. Dalam segala

level manajemen, berhenti pada titik puas telah memahami konsep.”

Aku: “Bukannya kulturnya anak buah ikut apa kata Bos?”

Saya: “Menurut Gue itu keliru, Bro. Sebenarnya Indonesia punya kultur

kepemimpinan yang sangat komprehensif.”

Aku: “Apa itu…kok Gue belum pernah baca?”

Saya: “Itu dia yang Gue maksud, paham tapi tidak berani melaksanakannya

sehingga lupa. Padahal tersebut sejak sekolah dasar telah diajarkan kepada

kita.”

Aku: “Udah jangan banyak ceramah, coba refresh lagi deh ingatan Gue.”

Saya: “Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan negeri ini dengan sangat bijak

mengajarkan pada kita tentang kepemimpinan. Ing Ngarso Sung Tulodo,

Ing Madyo mangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Gue memaknainya

saat berada pada posisi top management jadilah panutan dan teladan, ketika

memegang jabatan middle management berperilakulah sebagai pemberi

semangat dan saat masih berada pada level staf bertindaklah sebagai

pendorong.”

Aku: “Benar juga Lu, Bro…falsafah tersebut jika dilaksanakan akan menciptakan

harmoni yang luar biasa. Gue akan mulai dari diri sendiri.”

Saya: “Keberanian yang luar biasa. Konsisten ya, Bro…”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun