Opportunity Cost secara sederhana saya artikan sebagai nilai dari hilangnya sebuah peluang. Hal ini bisa disebabkan oleh kesalahan perencanaan, perhitungan namun juga sering karena kesalahan memandang sesuatu atau sikap memandang remeh akan sesuatu.
Ada sebuah pengalaman yang ingin dibagi waktu masih studi di Jerman, bagaimana ketidakseriusan kita atau sikap menganggap tidak penting telah menyebabkan“Opportunity Cost “ terjadi. Suatu waktu saya bertemu dengan orang penting pada sebuah perusahaan yang berkosentrasi dalam memfasilitasi segala kebutuhan perusahaan –perusahaan di negaranya yang ingin berinvestasi di Indonesia.
Setelah beberapa kali bertemu dan berdiskusi beliau bercerita ada sebuah perusahaan skala menengah yang ingin berinvestasi di salah satu negara ASEAN, namun masih bingung memilih antarta Indonesia atau Malaysia bahkan Vietnam sebagai tujuan investasinya. Kemudian atas pertanyaan saya beliau memaparkan Company Profile perusahaan tersebut. Karena tertarik untuk berkontribusi buat negeri yang saya cintai dan juga berkaitan dengan study, saya katakan bahwa saya akan bantu membuat Market & Potential Analyse agar Indonesia menjadi pilihan untuk berinvestasi. Tidak ada deal –deal ekonomi untuk kepentingan pribadi, murni karena nasionalisme saya terpanggil.
Saya diberi waktu 6 minggu, mulailah saya bekerja siang dan malam mengumpulkan data dan membuat analisanya hingga terbentur pada suatu kebutuhan data untuk mendukung argumentasi saya bahwa Indonesia lebih marketable & profitable dari negara jiran. Karena data tentang kondisi di Malaysia dengan sangat mudahnya saya peroleh, maka saya pun berasumsi tentunya data dari instansi yang berwenang di Indonesisa akan lancar –lancar saja. Ternyata saya keliru, setelah meminta perpanjangan tengang waktu sampai hampir sebulan data itu tidak kunjung saya terima. Opportunity Cost!!! Anda tentu bertanya mengapa saya mengambil kesimpulan tersebut? Berikut hitung-hitungan sederhananya (tanpa menggunakan formula-formula ekonomi makro) :
Bila perusahaan tersebut melakukan investasi di Indonesia sedikitnya akan menyerap 50 tenaga kerja, ini berarti :
- Dengan asumsi 1 naker mempunyai 1 istri & 2 anak, maka ada 200 (4x50) WNI yang akan meningkat kemampuan financialnnya;
- Berkurangnya angka pengangguran sebesar 50 orang;
- Berkurangnya potensi kemiskinan sebesar 50 org;
- Juga telah menghilangkan potensi kriminalitas dari 200 orang;
- Menghemat APBN 50xRp.100.000,- = Rp 5 juta per bln terhadap dana BLT;
- Menyelamatkan 100 (50x2) anak Indonesia dari putus sekolah;
Ini belummemperhitungkan efek domino lain seperti potensi pajak yang hilang, berkembangnya industri kecil yang akan mensupply kebutuhan perusahaan tersebut akan material dasar, perputaran rupiah masyarakat sekitar karena adanya industri baru, berkembangnya daerah sekitar perusahaan, promosi gratis tentang Indonesia karena perusahaan ini mempunyai mitra dagang Internasional sebagai tujuan export produknya. Dan dengan memperoleh penghasilan tetap tentunya 50 naker dan keluarganya mempunyai kebutuhan konsumsi yang tetap pula setiap bulannya, yang berkontribusi pada arus barang kebutuhan pokok.
Namun semua itu akan dinikmati oleh negara jiran karena transparansi & kemudahan mengakses informasi belum menjadi prioritas buat kita. Semoga ke depan Indonesia lebih baik. Tidak pernah berhenti berharap, karena harapan membuat kita tetap melangkah dan berkarya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H