Mohon tunggu...
Rahmatsyah Popon
Rahmatsyah Popon Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis untuk aktualisasi diri...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Obat Palsu Berbahaya

4 November 2014   01:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:45 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

`

OBAT PALSU BERBAHAYA

Kasus munculnya obat palsu yang beredar di RSUD Simeulue Aceh Singkil sebagaimana diberitakan media beberapa waktu lalu, merupakan fenomena yang membuat masyarakat semakin takut dan ragu untuk menggunakan obat. Pemalsuan yang terjadi pada obat merupakan masalah yang sejak lama tidak ditangani hingga tuntas. Kasus obat palsu sebenarnya bukan kasus baru, di beberapa tempat di Indonesia marak terjadi pemalsuan terhadap obat yang sangat merugikan masyarakat sebagai konsumen.Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sammon dkk pada 2013 lalu, kasus obat palsu banyak ditemukan di negara dengan pendapatan perkapita yang rendah, seperti di beberapa negara Afrika dan Asia. Pada penelitian tersebut ditemukan pula bahwa produk palsu banyak berasal dari pasar gelap atau ilegal.Selain itu, mayoritas pemalsuan terutama dilakukan terhadap kandungan zat aktif. Adanya pengaruh gaya hidup dan mobilitas zaman mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi obat bukan hanya untuk menyembuhkan penyakit, namun juga sebagai tindakan pencegahan.

Menurut data yang diperoleh dari Pharmaceutical Security Institute, kasus obat palsu mengalami peningkatan signifikan yaitu 196 kasus pada 2002, melonjak menjadi 2.018 kasus pada 2012. Penggunaan obat diet, kosmetik dan obat gangguan seksual merupakan produk kesehatan yang paling banyak digunakan dan paling banyak dipalsukan. Namun di balik upaya untuk mendapatkan keinginan estetika tersebut terdapat risiko, berupa efek samping dari penggunaan produk palsu.Menurut Badan Kesehatan Dunia, pemalsuan obat adalah suatu tindakan yang disengaja atau kecurangan terhadap produk obat yang beredar di masyarakat. Pemalsuan dapat terjadi pada obat generik maupun obat paten, pemalsuan umumnya terjadi pada zat aktif, zat tambahan atau pada kemasan.Seperti kasus yang terjadi di kabupaten Simeulue Aceh Singkil, obat palsu yang beredar adalah obat batuk yang menurut kemasan mengandung kodein, namun pada kenyataannya mengandung Gliseril Guaikolat. Selain obat batuk dengan sediaan tablet, ditemukan pula obat injeksi yang memiliki indikasi sebagai obat bius umum, namun pada kenyataannya sebagai obat bius lokal.

Keberadaan obat palsu tersebut tentu tidak mengarah pada efek penyembuhan yang diinginkan, melainkan berpotensi terjadinya efek samping, berupa under/over munculnya kasus kontaminasi mikroba terkait dengan obat injeksi yang diproduksi tidak sesuai dengan prosedur.Upaya untuk mencegah beredarnya obat palsu sebenarnya telah lama dilakukan. Penggunaan variasi simbol, komposisi warna bahkan teknik hologram pada kemasan dilakukan untuk mencegah munculnya obat palsu, sehingga diharapkan dapat menurunkan angka pemalsuan.Obat palsu biasanya berasal dari tempat penjualan ilegal atau tidak resmi. Kemudian, layanan penjualan obat via internet karena terpengaruh iklan dan harga yang lebih murah dibandingkan obat yang dijual pada sarana resmi seperti apotik dan toko obat. Pada kasus penjualan obat via internet, Badan Kesehatan Dunia memperkirakan sekitar 50% peredaran obat melalui online adalah produk palsu.Seperti kasus yang terjadi di Singapura pada tahun 2008, ketika itu empat orang meninggal dunia karena mengalami menurunnya kadar gula, yang disebabkan penggunaan obat yang mengandung glyburide. Selain munculnya reaksi obat yang tak diinginkan seperti efek samping obat, kontaminasi mikroba berpotensi muncul terutama untuk produk sediaan injeksi ketika diproduksi dengan tidak steril.

Kasus lain yang terjadi penggunaan obat injeksi palsu terjadi di Shanghai, Cina. Sediaan injeksi obat kanker, ternyata terkontaminasi oleh cairan toksin yang berasal dari bakteri yang menyebabkan sekitar 80 orang mengalami peradang mata dan 21 orang di antaranya mengalami gangguan penglihatan.Syarat utama dari sediaan injeksi adalah proses produksinya harus benar-benar steril, karena jenis obat ini akan teradministrasi pada bagian dalam tubuh manusia yang tentunya berpotensi terjadinya infeksi serius hingga merusak sistem kekebalan tubuh pasien.Menurut beberapa literatur farmasi, paparan yang berasal dari mikroba berpotensi mengurangi atau menonaktifkan aktivitas terapeutik produk dan berpotensi mengganggu kesehatan pasien karena paparan yang bersifat infeksius dan toksin. Oleh karena itu, sediaan ini harus dibuat dalam skala industri dengan mengutamakan persyaratan utama dari produk yang bersifat steril.  Sebagai kesimpulan, paparan obat palsu bukan hanya berpotensi munculnya efek yang tak diinginkan seperti efek samping. Akan tetapi juga berpotensi terjadinya kontaminasi mikroba yang dapat mengurangi bahkan merusak aktifitas zat aktif. Selain itu kontaminasi mikroba juga dapat menyebabkan kasus yang lebih serius seperti efek toksin dan infeksi, terutama dari produk injeksi palsu seperti kasus kabupaten Simeulue Aceh Singkil.

Banda Aceh, 3 November 2014

RAHMATSYAH

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun