Mohon tunggu...
R NURINA NAJMI ALISA
R NURINA NAJMI ALISA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Undergraduate Pharmacy Student at Faculty of Pharmacy Airlangga University

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Perilaku Tone Deaf terhadap Aksi Boikot Bela Palestina

28 Mei 2024   10:28 Diperbarui: 28 Mei 2024   10:29 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak serangan kelompok perlawanan Palestina Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, warga seluruh dunia ramai melakukan aksi boikot terhadap berbagai produk dari perusahaan-perusahaan yang terbukti berafiliasi dengan Israel. Aksi ini bertujuan untuk menekan dan mengisolasi perekonomian dari Israel agar mereka tidak semakin memperluas wilayah penyerangan di Palestina. Terbukti, beberapa perusahaan besar seperti Unilever, Strabucks, dan KFC mengalami kerugian. Seperti pada data yang dilansir oleh CNBC Indonesia, sampai pada 2 Mei 2024, perusahaan AS yang menaungi waralaba ternama seperti Pizza Hut dan KFC mengalami pemrosotan penjualan sebanyak 3%.

Tone deaf merupakan perilaku dimana seseorang sulit atau tidak peka pada kondisi keadaan sosial yang terjadi. Dalam arti lain, perilaku ini berarti tidak peduli dengan apa yang dirasakan oleh orang lain. Istilah ini semakin sering digunakan saat aksi boikot bela Palestina digalakkan. Dalam konteks aksi boikot ini, seseorang yang tone deaf akan membeli produk-produk yang telah disebutkan tadi dan mengabaikan apa yang telah terjadi kepada saudara-saudara kita yang ada di Palestina. Tak jarang, para influencer ternama  juga dengan bangganya memamerkan hal tersebut di media sosial untuk kebutuhan kontenatau terlibat kontrak karena faktor kebanyakan dari produk boikot tersebut adalah produk yang high-end dan terpandang keren di kalangan kawula muda.

Pembuktian lain tentang perilaku tone deaf terhadap aksi boikot bela Palestina ini dapat dilihat dari berbagai komentar yang diunggah pada aplikasi TikTok. Seperti komentar-komentar berikut yang ada pada kolom komentar di salah satu video tentang aksi demo sejumlah anak muda dalam rangka memboikot Strabucks yang diunggah oleh akun @wolpalestine dan telah ditonton 40,9 juta kali.

"Baru aja bukber (buka bersama) di mcd (McDonald's), lewat ini di beranda jadi kepikiran buat bukber (buka bersama) di Starbucks juga," tulis akun @F***_ yang dimana komentar ini telah disukai oleh 1079 pengguna.

"Di indo aja gua kaget, starbucks mcd dll masi dibeli. mana jilbaban smua. (Di Indonesia saja saya kaget, Strabycks, Mcd, dll, masih dibeli orang para wanita berhijab)," tulis akun @p***i.

Dari dua komentar di atas, tentu saja memberikan persepsi bagi para pengguna TikTok yang membaca komentar-komentar tersebut bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang bersikap tone deaf dengan genosida yang terjadi di Palestina. Sebagai seorang mahasiswi, tentu saja sudah menjadi kewajiban saya untuk mengkritisi hal ini.

Genosida yang terjadi di Palestina bukan lagi tentang masalah agama ataupun ras, ini soal kemanusiaan. Terhitung sejak tanggal 7 Oktober 2023 sampai awal bulan April 2024, korban yang tewas mencapai 33.000 jiwa. Selain itu, kabar terbaru yang diberitakan pada 6 Mei 2024 kemarin yang mengabarkan bahwa pasukan tentara Israel telah membombardir daerah Rafah yang seharusnya merupakan daerah yang aman. Hal ini tentu saja sangat bertentangan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada alinea pertama, yakni "Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu lalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.". Bahkan,  Bapak Proklamator Indonesia, Ir. Soekarno, sedari awal konsisten menentang genosida yang terjadi di Palestina. Hal ini dapat dilihat dari penyataan beliau pada tahun 1962, "Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel.".

Kemudian, dalam sejarah, Palestina adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan yang secara susah payah diraih oleh para pejuang. Sudah sepatutnya, kita, sebagai warga Negara Indonesia, membuka mata dan dengan tegas mendukung kemerdekaan Palestina. Dengan memboikot berbagai produk dari perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan Israel, sesungguhnya telah membuktikan aksi nyata wujud kita membela Palestina. Tak lupa untuk selalu mengiringinya dengan  doa agar saudara-saudara kita di Palestina selalu berada dalam lindungan-Nya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun