Mohon tunggu...
r. t.  mangangue
r. t. mangangue Mohon Tunggu... Dosen - Peduli terhadap permasalahan yang dialami masyarakat yang dicurangi, , dibully, dibodohi, dll.

Penggemar berat catur, penulis, ghost writer, pengajar, dan pecinta sastra Dapat dihubungi di alamat email: r_mangangue@yahoo.com. Facebook: richard mangangue. Tinggal di Manado.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Siapa yang Harus Bangga terhadap Bahasa Indonesia Kalau Bukan Kita Sendiri?

28 Oktober 2020   15:15 Diperbarui: 28 Oktober 2020   21:17 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumpah Pemuda adalah keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Keputusan itu menegaskan cita-cita "Tanah Air Indonesia", "Bangsa Indonesia", dan "Bahasa Indonesia". Keputusan ini menjadi asas bagi setiap "perkumpulan kebangsaan Indonesia" dan agar "disiarkan dalam berbagai surat kabar dan dibacakan di muka rapat perkumpulan-perkumpulan"


Tiga Keputusan Kongres

Istilah "Sumpah Pemuda" sendiri tidak muncul dalam putusan kongres tersebut, melainkan diberikan setelahnya. Yang tertera di bawah ini adalah bunyi tiga keputusan kongres tersebut sebagaimana tercantum pada prasasti di dinding Museum Sumpah Pemuda. Penulisan menggunakan ejaan van Ophuijsen.

Pertama:
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.


Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.


Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia Bukan Lagi Menjadi Kebanggaan Kita 

Dari 3 poin di atas, poin pertama dan kedua, masih dapat dinyatakan ada. Artinya, kita masih mengakui adanya Tanah Indonesia dan bangsa Indonesia. Namun, untuk poin ketiga, bahasa Indonesia, saya angkat tangan, menyerah. Artinya, bahasa Indonesia bukan lagi menjadi kebanggaan kita. Padahal kita mengakui bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan kita. Setiap daerah punya bahasanya masing-masing. Sebagai penduduk daerah A, kemungkinan besar Mr. X tidak bisa memahami bahasa yang digunakan di daerah B. Demikian juga sebaliknya bagi penduduk yang ada di daerah B. Apalagi di daerah C, D, E, F dan seterusnya. 

Karena itu, bahasa Indonesialah yang dapat mempersatukan semua penduduk di Indonesia  yang berada di daerah A-Z. Namun, anehnya, meski kita mengakui bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu, ternyata pengakuan kita tidak tulus. Kita juga bangga bila bisa berbahasa asing, cas-cis-cus.  Bahkan rasa bangga itu lebih besar daripada bangganya kita terhadap bahasa Indonesia. Dengan kebanggaan kita yang lebih besar terhadap bahasa asing berarti sejatinya kita lebih mencintai bahasa asing itu daripada bahasa Indonesia. 

Para Pejabat Kita

Dari mana saya dapat berkesimpulan bahwa kita  lebih bangga terhadap bahasa asing daripada terhadap bahasa Indonesia? Para pejabat kita suka menyisipkan istilah-istilah asing  kalau diwawancara atau berpidato. Secara implisit, sang pejabat merasa naik gengsinya dengan mengucapkan istilah-istilah atau kata-kata  dalam bahasa asing. 

Para Artis Kita

Demikian juga para artis kita. Mungkin karena merasa didinya sebgai public figure, apa yang diucapkannya akan ditiru oleh penggemarnya. Dia juga merasa bahwa para penggemarnya akan merasa senang melihat artis idolanya dapat berbahasa asing atau mengucapkan istilah-istilah dalam bahasa asing. Dia tidak menyadari bahwa istilah asing yang diucapkannya justru bisa membuat 'pening" penggemarnya yang tidak tahu istilah atau kata asing  yang diucapkannya itu. 

Beberapa waktu silam, ada kecenderungan lagu-lagu pop kita menggunakan 2 bahasa campuran, Indonesia dan Inggris. Untuk apa menulis lirik lagu dengan bahasa yang dicampur seperti itu? Ya, sudah jelas supaya terdengar keren. Selain keren, bisa jadi juga itulah tren lagu yang populer saat itu. Disebut tren karena lalgu-lagu pop  di Tanah Air yang muncul sesudahnya juga menggunakan bahasa campuran Indonesia dan Inggris. 

Kecenderungan atau Tren atau Mode

Kini kecenderungan itu sudah berkurang. Ya, begitulah yang disebut tren. Tren atau mode boleh saja muncul. Setelah itu, muncul tren baru lagi. Tren lama pun ditinggalkan. Tren baru disambut kedatangannya. 

Namun, perlu diingat, kalau kebanggaan kita terhadap bahasa asing hanya sebagai tren, itu tidak menjadi masalah. Yang justru menjadi masalah adalah  bila kebanggaan terhadap bahasa asing itu kian meningkat, sedangkan kebanggaan terhadap bahasa nasionalnya sendiri malah menurun, Ini yang berbahaya.

Kebanggaan terhadap Bahasa Indonesia Harus Senantiasa Dipupuk

Namun, sekali lagi yang penting adalah kebanggan terhadap bahasa Indonesia harus senantiasa dipupuk. Bahkan tidaklah cukup bagi kita hanya bangga terhadap bahasa Indonesia tetapi pengetahuan kebahasaan kita terhadap bahasa Indonesia tidak meningkat. Malah kita sering keliru dalam berbahasa Indonesia ecara baik dan benar. 

Dengan rasa bangga yang ada terhadap bahasa Indonesia dan meningkatnya pengetahuan kebahasaan kita terhadap bahasa Indonesia, bahasa kita akan semakin diakui di dunia.  Siapa yang harus bangga terhadap bahasa Indonesia kalau bukan kita sendir.

Jayalah bahasa Indonesia kita!

Manado, 28 Oktober 2020

R. T. Mangangue   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun