“Tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah.”
Kemudian pemerintah menerbitkan regulasi teknis sebagai aturan pelaksana dari PP 58/2023 melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi.
Maka skema penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 terbaru berdasarkan penerima dan jumlah penghasilan yang dikenakan pajak.
Perubahan Regulasi PPH 21 Terbaru
Pemerintah telah mengatur kembali pemotongan PPh 21 yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor. 58 Tahun 2023 Tentang Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 atas Pengahasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa atau Kegiatan WP Orang Pribadi. Melalui beleid ini, skema tarif pemotongan pajak penghasilan pasal 21 ada 2 yakni:
- Tarif Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
Skema tarif progresif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh ini untuk menghitung PPh 21 setahun di Masa Pajak terakhir.
- Tarif Efektif Rata-Rata (TER) Pemotongan PPh Pasal 21
Skema tariff efektif rata-rata PPh 21 ini untuk menghitung pajak penghasilan pasal 21 di masa pajak selain Masa Pajak terakhir atau secara bulanan dan harian.
PPh Pasal 21/26 sejatinya adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur. Penghasilan berupa seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan penghasilan teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan penghasilan sejenisnya. Kemudian bonus, THR, Jasa produksi, tantiem, gratifikasi, premi, dan penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur, dan lain sebagainya.
Pengertian dan Ruang Lingkup Judicial Review
Judicial Review atau Hak Uji Materiil (disingkat HUM) pada prinsipnya adalah suatu hak atau kewenangan yang dimiliki oleh lembaga Yudikatif untuk melakukan pengujian mengenai sah atau tidaknya suatu peraturan perundang-undangan terhadap peraturan perundang-undangan yang tingkatnya lebih tinggi (Fajrul Fallaakh:1993) . Hak uji materiil di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua macam (Ujang Abdullah: 2023), yaitu:
Hak uji materiil atas Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, yang menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi (Vide: UUD 1945 Amandemen ke-3 Pasal 24 C ayat I Jo. UU No 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, Pasal 10 ayai I huruf a);
Hak Uji Materiil terhadap peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah atau di bawah Undang-Undang (Seperti: Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah, dll) terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yang menjadi wewenang Mahkamah Agung (Vide: UUD 1945 Amandemen ke-3 Pasal 24 ayat I Jo. UU No 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan PERMA No. 1 Tahun 1993 sebagaimana telah diubah PERMA No. 1 tahun 1999, terahir PERMA 1 tahun 2024);
Menurut PERMA No I Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1), yang dimaksud dengan hak uji materiil adalah “hak mahkamah agung untuk menilai materi muatan peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.