Polemik mengenai Draf RUU DKJ terutama pasal mengenai penunjukkan langsung Pejabat Gubernur DKI Jakarta oleh Presiden adalah hal yang wajar dalam iklim demokrasi saat ini. Karena tidak dapat dipungkiri akan membawa alur demokratisasi menjadi berubah arah apabila hal tersebut dilakukan.
Belum selesai polemik yang muncul dalam keputusan Mahkamah Konstitusi tentang batas usia Capres dan Cawapres, masyarakat sudah disuguhi dengan satu polemik lagi yang berhubungan dengan keberlanjutan iklim demokrasi yang sudah berjalan.Â
Rasanya belum kering luka yang mencederai demokrasi dalam kasus MK, sehingga wajar masyarakat pun mulai berteriak dengan munculnya Draf RUU DKJ ini.
Sebenarnya seberapa pentingnya kemunculan Draf RUU DKJ ini dimunculkan saat ini. Apakah hanya sebagai strategi untuk melanggengkan kekuasaan dengan gaya yang demokratis.Â
Semua hal dapat saja dijadikan sebagai argumen dalam menyikapi munculnya RUU DKJ ini. Salah satunya adalah ongkos yang mahal apabila pemilihan kepala daerah Jakarta harus lewat pemilihan umum secara langsung.
Demokrasi memang membawa konsekuensi ongkos yang mahal dalam setiap pemilihan pemimpinnya. Karena memilih pemimpin secara langsung tentu akan sangat berbiaya mahal sebab setiap tahapan dalam proses pemilihan akan membutuhkan ongkos yang tidak murah.Â
Apalagi untuk daerah semetropolis Jakarta dengan ongkos hidup yang mahal tentu juga membawa konsekuensi yang mahal juga untuk tahapan pemilihan kepala daerahnya.Â
Tapi perlu diingat juga ongkos demokrasi yang mahal itu juga berdampak pada perekonomian masyarakat. Pelaku usaha yang kebanyakan UMKM juga kecipratan rejeki lewat kaos, stiker, baliho, dan alat-alat peraga kampanye lainnya. Jadi tetap ada dampak positif dari mahalnya biaya demokrasi ini.
Namun apakah kita harus berhenti untuk terus menjalankan roda demokratisasi yang sudah dipilih dan diperjuangkan saat reformasi.Â
Tentu banyak masyarakat akan tidak sepakat untuk mengembalikan pemilihan Pemimpin atau Kepala Daerah yang demokratis kepada pemilihan gaya orde baru yang asal tunjuk sesuai kepentingan dan selera penguasanya.Â