Kemunculan beberapa Capres yang semakin marak saat ini tidak lepas dari telah dideklarasikanya calon Presiden oleh beberapa partai pengusungnya. Kemunculan Capres tidak serta merta menampilkan Cawapresnya pada awala kemunculannya.
Hitung-hitungan politik tentu sangat menjadi pertimbangan para politikus di partai koalisi pengusung Capres. Tak ayal publik pun dibuat penasaran akan kemunculan cawapres pendamping mereka. Atau memang sengaja sebagai strategi pemenangan layaknya dalam marketing suatu produk industri yang sengaja membuat penasaran para konsumennya. Apakah strategi marketing yang seperti itu dapat serta merta berlaku pada dunia politik ? Tentu tidak ada korelasinya tetapi mungkin sedikit punya kemiripan dalam mengaduk emosi penasaran masyarakat.
Namun, tidak disangka satu pasangan sudah muncul mendahului pasangan lainnya. Begitu ada pengumuman perubahan tag line koalisi maka satu partai langsung putar haluan merapat ke Capres yang juga sedang berhitung untuk mencari Cawapres pendampingnya. Politik memang serba cair mudah berganti haluan atas nama kepentingan.
Dan Cawapres yang muncul pun tidak dari golongan perempuan tetapi laki-laki. Tentu bagi sebagian kaum perempuan bisa jadi sebagai sebuah pertanda bahwa kaum perempuan sedang dalam posisi tidak diperhitungkan dalam pentas politik 2024. Atau mungkin masih ada peluang untuk muncul pada pasangan yang lain. Karena sampai saat ini muncul dukungan ke Gubernur perempuan di Jawa Timur.
Perempuan sebenarnya memiliki kompetensi yang sama dengan laki-laki dalam hal berpolitik. Terbukti Megawati pun mampu mendobrak tirani orde baru pada tahun 1998. Sosok yang semula tidak diperhitungkan oleh rezim orde baru terbukti dengan berhasil masuknya Megawati ke gelanggang politik nasional. Bagi rezim pada saat itu mungkin karena perempuan dan anak dari tokoh orde lama yang telah mereka lumpuhkan sehingga tidak mungkin akan mampu membangun partai politik dengan baik. Namun siapa sangka ternyata justru mampu merebut simpati masyarakat untuk menumbangkan rezim orde baru pada saat itu. Walaupun dengan berbagai cara telah diusahakan untuk dijegal baik lewat KLB abal-abal atau cara-cara lain yang tidak kalah kasarnya dengan cara preman jalanan.
Kalau saat ini mulai juga tidak memperhitungkan perempuan, mungkin harus berkaca pada rezim orde baru yang justru dengan tidak memperhitungkan membawa petaka bagi dirinya sendiri. Namun peta politik sudah berubah saat ini sehingga perempuan pun mulai banyak duduk dalam posisi politik yang tinggi seperti Gubernur.
Maka Capres selain yang pertama kali mendeklarasikan pasangan Cawapresnya mulai melirik perempuan untuk mendampinginya. Bagaimanapun perempuan memiliki sisi kepemimpinan yang kuat dan managerial yang lebih tertata dibanding laki-laki. Dalam soal berhitung kalkulasi politik pun mereka akan lebih berhati-hati, tidak grusa -grusu sehingga bisa memberikan hasil yang maksimal. Banyak tokoh perempuan yang menjadi pemimpin nasional berhasil membawa negaranya menjadi lebih baik.Â
Sudah saatnya perempuan harus semakin diperhitungkan untuk menduduki posisi Capres maupun Cawapres di negara kita. Walaupun belum pernah berhasil mendapatkannya dalam kontestasi Pemilu Presiden langsung tetapi paling tidak mulai ada dorongan untuk menyandingkan perempuan dalam menghadapi kontestasi Pilpres 2024.
Salam Sehat.........!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H