Mohon tunggu...
Aki Wel
Aki Wel Mohon Tunggu... lainnya -

Keluguan yang tampak dari luar belum tentu cerminan sesungguhnya.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Media yang Menyesatkan

23 Agustus 2014   01:51 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:48 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14087078191110578959

Binun euy...

Menyimak berita terkait PilPres kali ini memang sangat menarik, apalagi diduga banyak kecurangan-kecurangan yang terjadi mulai dari saat kampanye, pencalonan CaPres, perhitungan quick count versi ke dua kubu, rekapitulasi hasil pemungutan suara KPU sampai pada akhirnya perselisihan tersebut dibawa ke meja sidang baik di Mahkamah Konstitusi (MK) maupun di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Berita yang disuguhkan oleh media tv ternyata bisa berbeda-beda walaupun yang menjadi objek pemberitaannya adalah sama. Apalagi dengan adanya komentar-komentar dari para pengamat yang khusus diundang oleh stasiun2 tv tersebut. Sungguh sangat bertolak belakang antara berita dari tv yang satu dengan berita tv yang lainnya. Seperti diketahui, bahwa pemilik TV One adalah Aburizal Bakrie yang nota-bene adalah pendukung dan berkoalisi dengan kubu Prabowo-Hatta. termasuk juga ada pemilik MNC Group Hari Tanoe Sudibyo yang belakangan ini merapat di kubu Merah-Putih. Sedangkan pemilik Metro TV adalah Surya Paloh yang bergabung dengan Jokowi-JK

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Diponegoro Semarang Muhammad Yulianto menyayangkan melihat perilaku media hari ini yang sangat membingungkan masyarakat. Masyarakat yang seharusnya menerima informasi berupa fakta dan keseimbangan berita dipaksa menonton suguhan yang sejatinya adalah subyektifitas pemilik media.

Terakhir yang menjadi perdebatan seru para ahli / pengamat adalah masalah Daftar Pemilih Khusus (DPK) dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb). Stasiun tv-one yang sering mengundang Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis dan Said Salahudin, mereka secara meyakinkan mengatakan bahwa DPK dan DPKTb bermasalah. Bahkan Direktur Sinergi Masyarakat untuk Indonesia (Sigma) Said Salahudin, menjelaskan setidaknya ada sejumlah argumen yang bisa menyimpulkan adanya masalah dalam Pilpres 2014. Pertama, daftar pemilih yang diakui, dibenarkan, dan sah menurut UU nomor 42 tahun 2009 tentang Pilpres hanya ada satu, yaitu Daftar Pemilih Tetap (DPT). Namun di lapangan ternyata yang diacu malah Daftar Pemilih Khusus (DPK) dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb).

Sayangnya para hakim di MK berpendapat lain dengan menolak argumentasi para ahli tersebut dan seluruh gugatan pemohon dari kubu Prabowo-Hatta. Nah….yang menjadi pertanyaan kita sekarang adalah: masih adakah stasiun tv yang dapat menyajikan informasi sesuai fakta?!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun