Ketika kita menjadi pelanggan dari perusahaan layanan jasa tentu terdapat ekspektasi atau harapan bahwa kita akan mendapat layanan atau kepuasan tertentu dari layanan jasa yang kita pakai. Entah itu puas dengan kualitasnya, puas dengan hasil yang diperoleh, puas dengan solusi yang diberikan atau kepuasan-kepuasan lainnya.
Nah, beberapa hari ini sedang ramai dibicarakan di beberapa media masalah konsumen yang tidak puas dengan sebuah layanan jasa atau tepatnya layanan jasa pencucian pakaian atau binatu atau juga dikenal dengan istilah "laundry". Persoalan ketidak puasan konsumen ini sebenarnya bukan hal yang luar biasa karena dalam sehari-hari dapat kita temukan beragam keluhan atau komplain dari pelanggan atau konsumen produk atau layanan tertentu. Dan untuk itu pula lah berbagai perusahaan mengkhususkan sebuah bagian atau divisi yang pekerjaannya menerima keluhan, komplain bahkan tidak jarang juga menerima kekesalan pelanggan atau konsumen atas layanan atau produk yang dipergunakan.
Kembali kepada masalah yang sedang ramai dibicarkaan di media beberapa hari ini. Inti persoalan yang terjadi dalam pemberitaan tersebut sebenarnya adalah soal keluhan pelanggan yang menitipkan pakaiannya untuk dicuci di binatu yang mungkin sudah menjadi langganannya atau mungkin baru sekali ini saja (dalam hal ini saya juga tidak tahu mana yang pasti).
Hal-hal seperti adanya perubahan kualitas pakaian, tertukarnya pakaian atau rusaknya pakaian adalah resiko-resiko yang berpeluang dapat terjadi di mana saja dan kepada siapa saja. Hal yang membuat soal ini menjadi ramai dibicarakan adalah karena adanya komplain dari pelanggan yang dalam kasus ini kebetulan juga seorang pejabat negara menjadi isu yang asyik bagi khalayak umum.
Lain halnya mungkin kalau yang komplain adalah orang biasa seperti saya sehingga tidak ada yang peduli. Persoalan menjadi semakin panjang karena komplain saja tidak cukup sehingga berlanjut hingga diajukannya gugatan terhadap binatu tersebut untuk memberikan ganti rugi karena adanya kerusakan dari pakaian yang dititipkan untuk dicuci tersebut.Â
Sampai disini masalah semakin ramai karena semakin banyak komentar dari orang-orang yang menurut saya mungkin sebagian besar tidak tahu menahu duduk persoalan dan hanya ikut-ikutan heboh. Tetapi membaca perkembangan informasi terakhir dari soal ini, saya sendiri juga kemudian lega karena persoalan ini dapat diselesaikan dengan arif. Bahwa kemudian adanya upaya berdamai dari kedua belah pihak yang berselisih paham harus didukung dan jangan lagi diperdebatkan mengenai siapa yang salah dan siapa yang benar.
Bagi saya, ada hal yang bisa dijadikan sebagai sebuah pelajaran bahwa kadang sebuah soal sepele sebenarnya juga dapat diselesaikan dengan cara-cara yang sepele. Semakin kita memperumit atau memperkeruh suasana semakin panjang dan berkelok-kelok penyelesaian suatu persoalan. Apalagi kalau ditambah dengan bumbu dari para komentator yang lebih banyak tidak mengetahui duduk soal sebenarnya, maka akan tambah runyam sebuah persoalan.Â
Terlepas dari berbagai komentar bahwa ini adalah soal sepele, ini berkaitan dengan etika, ini menunjukan arogansi pejabat dan komentar-komentar lainnya, saya lebih cenderung mendukung persoalan ini cepat selesai dan tidak lagi menimbulkan polemik yang berkepanjangan. Semoga kedua belah pihak dapat mengambil hikmah dari persoalan  yang terjadi ini. Bagi saya persoalan ini lebih menjadi sebuah pelajaran kalau kadang soal-soal sederhana dapat diselesaikan dengan sederhana dan cepat tetapi kadang juga bisa menjadi soal yang rumit ketika banyak pihak terlibat.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H