Saya masih ingat ketika masih kuliah S1 dan berbincang-bincang dengan beberapa teman yang bisa dibilang IP nya sulit dikatakan bagus, mereka bilang “pada kondisi ril, yang penting itu prakteknya, teori sih bisa belajar sesuai dengan kondisi lapangan”. Di sisi lain ketika membicarakan ini dengan teman-teman yang memiliki IP bagus, mereka bilang “Praktek tanpa teori sama aja kaya orang buta yang ingin menyeberang di jalan raya”. Sehingga timbul sebuah pertanyaan menarik, jadi mana yang lebih dulu nih, teorinya apa prakteknya? Pertanyaan ini sering dilontarkan oleh orang yang memiliki keterbatasan waktu, sehingga tidak memungkinkan dia untuk menjalani keduanya secara bersamaan.
Sebenarnya tulisan ini juga terinspirasi dari status facebook teman saya pagi ini yang mengatakan “Praktek tanpa teori pasti jadi ilmu, tapi teori tanpa praktek akan jadi ilmu omong kosong”. Dan kesimpulannya menurut saya memang keduanya sangat dibutuhkan. Teori yang tidak diimplementasikan hanya akan menjadi sebuah pembelajaran yang hasilnya tidak akan sedahsyat kalau diimplementasikan dengan benar. Tapi apakah akan menjadi omong kosong? Menurut saya tidak juga, setidaknya dia bisa membagi teori tersebut dengan orang lain sehingga orang lain itu mampu mengimplementasikannya dengan baik dan benar. Contohnya seorang pengajar atau dosen, belum tentu dia berbakat menjadi seorang praktisi yang handal, begitu juga sebaliknya.
Teori sendiri pada dasarnya adalah proven best practice atau praktek yang sudah pernah teruji sebelumnya. Malah yang mengatakan sesuatu itu hanya teori biasanya belum mengerti kondisi best practice selama ini. Namun yang menjadi beban dari sebuah teori adalah adanya kata best. Artinya sebuah teori itu mampu diterapkan dengan ideal lazimnya hanya pada organisasi atau individu dengan kondisi best. Jadi apabila sebuah teori masih belum bisa diterapkan dengan ideal di suatu organisasi/individu, bukan teori nya yang bermasalah, akan tetapi perlu justifikasi yang lebih tajam agar sesuai dengan kondisi yang sesuai dengan tempat penerapannya. Bisa jadi, hasil dari justifikasi yang lebih lanjut atau lebih tajam tadi, mampu menghasilkan sebuah teori baru.
Lalu bagaimana dengan orang yang mementingkan prakteknya dulu, teori bisa dipelajari belakangan atau bahkan dari praktek tersebut munculah berbagai macam pembelajaran. Ini juga bagus, seperti peribahasa bilang “sambil berenang minum air”. Tapi usaha yang dilakukan biasanya tidak se-efektif atau se-efisien orang yang melakukannya dengan penguasaan teori terlebih dahulu. Proses pembelajaran yang terjadi pada saat memastikan praktek seperti apa yang paling tepat untuk dijalankan pasti membutuhkan waktu lebih banyak daripada seseorang yang sudah menguasai teorinya terlebih dahulu. Seperti Thomas Alfa Edison, seorang penemu yang sama sekali tidak menguasai teori tentang elektronik, dengan usaha yang besar, proses pembelajaran yang banyak, serta waktu yang tidak sedikit, akhirnya dia berhasil menciptakan sebuah lampu listrik.
Kelebihan dari orang yang mendahulukan praktek daripada teori adalah keberaniannya untuk mencoba lebih dulu. Tapi apabila tidak disertai dengan kesabaran dan kekuatan untuk bangkit pada saat terpuruk, maka dialah yang akan menjadi sebuah pepesan kosong. Begitu juga dengan orang yang menguasai teori terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan prakteknya, mungkin langkahnya sedikit terlambat akan tetapi langkah itu sudah merupakan langkah yang tepat dan sudah memperhitungkan kesesuaian antara teori yang dikuasai dengan praktek yang akan dijalani. Sayangnya banyak yang jadi penentu kegagalan dari orang ini adalah terlalu banyak dan terlalu lama dalam pertimbangan sehingga sangat terlambat untuk memulai atau bahkan gagal untuk memulai. Bahkan dalam kenyataannya ada yang lebih mengedepankan teori, sedangkan prakteknya kapan-kapan, hasilnya ketika mau praktek teorinya sudah lupa.
Bagaimana menurut anda teman-teman ? Feel free untuk komen ya….Terima Kasih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI