Wacana renegosiasi Kontrak Karya Freeport yang telah digulirkan oleh pemerintah sejak awal tahun lalu hingga hari ini sepertinya jalan ditempat. Tidak ada capaian signifikan dari proses yang digembar-gemborkan oleh para awak kabinet SBY-Boediono bahwa Freeport telah bersedia merenegosiasi kontrak karyanya.
Hal ini bisa dilihat dari tidak adanya laporan ke publik sejauh mana proses renegosiasi yang dicanangkan tersebut telah berjalan, butir-butir apa saja yang telah disepakati dari proses renegosiasi tersebut. Semuanya mulai dari Menko perekonomian Hatta Rajasa, sekaligus sebagai Ketua Tim Evaluasi Renegosiasi KK Pertambangan. Menteri ESDM Jero Wacik sebagai Ketua Harian Tim, sampai Dirjen Minerba Kementrian ESDM Thamrin Sihite, hingga hari ini masih berbicara pada tataran umum dan lebih banyak retorika bahwa pemerintah serius, optimistis, dan sedang menjalankan proses renegosiasi KK tersebut, seperti tampak diberbagai media baik cetak maupun elektronik.
Seperti diketahui, mandat renegosiasi KK pertambangan termaktub jelas dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.Pasal 169 huruf (b) menyatakan,“Ketentuan yang tercantum dalam pasal kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara sebagaimana dimaksud pada huruf (a) disesuaikan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan kecuali mengenai penerimaan negara”.
Dalam penjelasannya disebutkan, “Semua pasal yang terkandung dalam kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara harus disesuaikan dengan Undang-Undang”.
Artinya, satu tahun sejak UU No. 4 Tahun 2009 tersebut dinyatakan berlaku efektif, maka renegosiasi KK dan PKP2B seharusnya sudah dalam proses penyelesaian. Namun faktanya, hingga hari ini hal itu baru sebatas angan-angan pemerintah saja. Padahal payung hukum pemerintah melakukan renegosiasi tersebut telah cukup memadai, disamping UU No. 4 Tahun 2009 diatas, ada 4 Peraturan Pemerintah yang telah dikeluarkan oleh pemerintah sendiri sebagai turunan dari UU Minerba tersebut.
Menyikapi situasi demikian, penulis berpandangan sebagai berikut :
1.Mendorong dengan keras kepada Pemerintah Indonesia untuk segera melakukan Renegosiasi Kontrak Karya Freeport seefektif dan sesegera mungkin, demi Kedaulatan Hukum dan Bangsa ini sekaligus.
2.Renegosiasi Kontrak-kontrak Karya Pertambangan adalah keniscayaan, ditengah terjadinya ketimpangan-ketimpangan pengelolaan sumber daya strategis kita sebagai bangsa yang telah terjadi puluhan tahun lalu akibat salah urus dan keserakahan apparatus negara masa lalu, serta juga salah tafsir dan praktek ideologi Pasal 33 UUD 1945.
3.Pemerintah Indonesia haruslah bersikap ksatria dan jantan serta konsisten berhadapan dengan siapapun, baik itu dengan Negara lain, Korporasi Global, Korporasi lokal, swasta nasional maupun asing, dalam hal pengelolaan sumber daya alam strategis bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai amanat konstitusi Republik Indonesia.
4.Tindak tegas para pemodal besar yang berusaha mengakali konstitusi kita, demi keuntungan segelintir kelompok dan perusahaannya semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H