Mohon tunggu...
Qynara Amaris Adikusuma
Qynara Amaris Adikusuma Mohon Tunggu... Lainnya - Murid SMAN 28 Jakarta XI MIPA 2 (26)

absen 26

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gama Sang Pencari Jati Diri

24 November 2020   19:40 Diperbarui: 24 November 2020   19:46 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saya mencari tempat duduk terdekat dan menunggu Kiki sambil duduk menikmati lampu-lampu kota. Di sebelah tempat duduk saya, ada seorang pengamen yang sedang asik bermain saxophone dan bernyanyi penuh dengan semangat. Sayapun tersenyum melihatnya mencintai apa yang ia lakukan. Saya menganggukan kepala dan menghentakan kaki menikmati bakat pria tersebut. Pria tua itu tersenyum lebar dan mengajak saya bergabung dengannya untuk menikmati musiknya. 

"Jangan malu-malu, anak muda! Tidak usah kaku, aku bukan seorang juri!" katanya sambil tertawa. Saya heran apa yang ia maksud, apa yang ia minta saya lakukan. Bagaimanakah tepatnya cara menikmati alunan lagu. Pria tersebut sadar saya sedang kebingungan dan berkata dengan penuh semangat, "Bebaskanlah dirimu, biarkan badanmu mengikuti aluran lagu dengan sendirinya, nak! Bergeraklah seakan-akan kau seorang bintang!" Mata saya berbinar mendengar perkataannya. 

Hatiku merasakan perasaan janggal yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya. Saya mulai membiarkan badan saya mengekspresikan sesuai yang badan saya mau. Mulai dari ujung jari saya, pundak saya bergerak secara perlahan, pinggang saya berayun dengan anggun. 

Tanpa saya sadari, saya membiarkan musik mengambil alih badan saya, dan seketika saya merasa tidak ada orang lain di sekitar saya. Badan saya bergerak seperti hembusan angin yang lentur. Saya menutup mata dan tersenyum. Saya merasakan sinar yang terpancar dari diri saya selagi saya menggerakkan setiap bagian dari tubuh saya. 

Saya membuka mata dengan hati yang tersenyum. Di saat itulah saya melihat banyak orang berkerumun mengelilingi saya. Musik berhenti, tidak ada yang berbicara, seakan waktu telah berhenti. Tiba-tiba, saya mendengar tepukan dan sorak-sorai yang luar biasa. Air mata turun ke muka saya, penuh dengan perasaan terharu. Ketika saya balik badan, berdirilah Kiki dengan matanya yang berkilau. Di sanalah Kiki berdiri dengan ekspresi bangga. 

Air mata menguncur ke mukanya, dengan senyum terlebar yang pernah saya lihat di hidup saya. Ia menjatuhkan tasnya, berlari ke arah saya, dan memelukku serat mungkin. Kami berpelukan penuh dengan air mata kebahagiaan. "Aku berhasil, Kiki. Aku akhirnya berhasil. Aku menemukan apa yang aku cintai. Aku cinta menari!" saya berkata. Di saat itulah, saya menemukan hal yang paling berharga bagi saya di dunia ini. Dan satu tahun kemudian, pada hari ini, saya berdiri sebagai Gama Kanaya, penari kontemporer terbaik di Asia Tenggara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun