Mohon tunggu...
Dewi Sartika
Dewi Sartika Mohon Tunggu... -

supel simple

Selanjutnya

Tutup

Puisi

catatan terakhirku

28 Agustus 2010   04:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:39 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ini adalah hari ke tiga aku berada di rumahsakit. Menjalani perawatan setelah aku pingsan seusai melaksanakan rangkaian ibadah umrohku bersama suami, keluarga, mertua dan keluarga sahabatku.

Dokter yang menanganiku menyuruhku untuk melakukan kemoteraphi. Penyakit kanker otak yang ku alami, sudah menunjukkan taringnya dan siap membuatku menderita sakit yang teramat. Tapi, aku tidak menjalankan kemoteraphi itu. Berjam-jam aku berada diruangan kemoteraphi ini, yang ku lakukan adalah menulis. Tentunya tanpa sepengetahuan keluargaku. Dokter dan suster yang awalnya tidak setuju dengan keinginanku ini, pada akhirnya mau juga berdamai dengan keinginanku, setelah aku membeberkan alasan demi alasan atas ketidakmauanku menjalani serangkaian terapi itu.

Suster Syifa, yang ternyata seorang penulis disebuah Majalah ternama di Indonesia, berkenan meminjamkan laptop kesayangannya padaku.

Di ruang terapi ini, aku menceritakan tentang kisah hidupku setahun terakhir ini. Tanpa aku sadari, ternyata ia mengabadikan ceritaku itu di laptopnya.

Aku tahu, Allah akan menyuruh Malaikat untuk segera mencabut nyawaku. Kontrak hidup yang telah aku sepakati sebelum aku dikirim kedalam rahim seorang wanita hebat, ibuku, akan segera berakhir. Rasanya amat sangat disayangkan, waktu yang semakin sempit dan segera berakhir ini harus aku lewatkan dirumahsakit ini. Menjalani kemoteraphi yang tidak menjamin kesembuhanku. Allah lah Sang Maha Penyembuh.

Aku ingin menjalani sisa usiaku bersama suamiku tercinta. Bersama ayah, ibu, adik, sahabat, mom and dad. Aku tidak ingin berdiam diri ditempat ini. Dengan berbagai macam alat melekat ditubuhku. Lalu mati diranjang yang empuk ini.

Aku ingin menikmati keindahan kota Suci ini. Menelusuri jejak para Nabi Allah. Aku ingin shalat di mesjid-mesjid yang ada disini. Mesjid-mesjid peninggalan para kekasih Allah.Dan berziarah ke makam-makamnya.

Rasanya hal itu akan membuatku lebih bahagia dan tenang saat Malaikat Maut menjemputku. Setidaknya, aku merasakan kebersamaan terakhir bersama orang-orang yang aku cintai didunia ini. Bercanda tawa bersama mereka, membuat rasa sakit yang menyerangku menjadi tidak terasa sakit. Melihat mereka tersenyum bahagia, cukup bagiku untuk bisa tersenyum saat meninggalkan mereka.

Yaa Allah, jika aku bisa bernegosiasi usia dengan-Mu, aku ingin Engkau menambahkan jatah usiaku satu tahun lagi. Aku ingin menikmati Ramadhan berdua dengan suamiku. Aku ingin shalat I’ed dan berkumpul bersama keluargaku dan keluarga baruku. Aku ingin berhaji berdua dengan suamiku. Dan sebelum habis kontrak usiaku, aku ingin memberikan seorang cucu untuk orangtua dan mertuaku.

Tapi apa dayaku???

Aku sudah pasrah menerima takdir kematianku. Aku ikhlas jika harus kembali sekarang. Tapi ijinkanlah aku memohon sesuatu pada-Mu, yaa Rahman. Dan aku berharap Engkau berkenan mengabulkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun