Sebenarnya kisah ini sudah lama terjadi kira-kira delapan bulan yang lalu, dan sekedar untuk mengingatkan kita tentang pengorbanan seorang ibu.
Kasih Ibu sepanjang masa itulah yang sering kita dengar, tapi kita nggak pernah tahu mengapa kata itu ada. Coba kita ulas sedikit mengapa kata itu ada. Begini ceritanya………………..eng….ing…….eng.
Tanggal 19 september 2009 jam 3 sore, seperti lazimnya seorang suami siaga, saya mengantarkan istri tercinta untuk kontrol kandungannya. Dilalah ma bedunduk sudah bukaan tiga kata sang dokter, so akhirnya sore itu juga my lovely wife harus menginap di Rumah Sakit.
Selepas isya perawat menemui istriku, untuk melakukan pemeriksaan kandungannya, eh....ternyata masih tidak bertambah bukaannya. Ooh Mungkin si utun masih main PS dalam perut nih, maklum anak jaman sekarang pasti doyan main PS nantinya.
Diiringi gema takbir yang membahana, malam itu kutemani istriku di Rumah Sakit. Pagi hari tanggal 20 september 2009 setelah sholat ied, perawat kembali melakukan pemeriksaan dan kondisinya masih sama belum ada penambahan. Menurut saran dokter agar segera dilakukan induksi, setelah mengumpulkan semua keberaniannya akhirnya pada pukul 10.30 istriku mau melakukan induksi. Menurut kabar rasa sakit akibat induksi dua kali lebih sakit dari rasa sakit akibat kontraksi normal. Ya Alloh semoga kau ampuni segala dosa – dosa istriku.
Akhirnya tanda-tanda akan kelahiran sang jagoanku pun tampak, tepat setelah sholat dhuhur pecahlah air ketubanya.
Setelah mendapat informasi dari sang pasien para perawat dengan sigap membawa istriku keruang persalinan. Karena hari itu adalah Idul Fitri ,.....yah otomatis si Dokter pun ikut libur, .......geregetan dan bikin tambah panik. Alhamdulillah si Dokter masih bisa di hubungi, dan dalam perjalanan menuju Rumah Sakit.
Sedikit tenang hati ini, dengan memberanikan diri aku masuk menemani istriku sambil berdoa dalam hati mudah-mudahan sang Dokter segera tiba. Walaupun ini adalah kelahiran anak kami yang kedua tapi hati ini tetap tidak tega melihat istriku tercinta berjuang antara hidup dan mati.
Perjuangan yang mungkin dapat merenggut nyawa sang ibu untuk kehidupan manusia baru.
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang, ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri".
QS. al-Ahqaf (46) : 15
Itulah sedikit cerita tentang salah seorang ibu, yang berjuang untuk melahirkan anak buah hatinya. Jasa ibu tak akan bisa tergantikan saat beliau melahirkan kita.
Seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan dan persahabatanku?” Nabi Saw menjawab, “ibumu…ibumu…ibumu, kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu.” (Mutafaq’alaih)
Seperti udara kasih yang engkau berikan, tak mampu ku membalas......(Iwan Fals).
Dan akhirnya anak kami pun lahir pada pukul 14.21 20092009
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H