Sejak apa yang disampaikan berupa statement kontroversial oleh Rocky Gerung, seorang pendidik filsafat dan pengamat politik, yang disiarkan secara langsung dalam Indonesian Lawyers Club (ILC) pada 10 April lalu membuat tensi cukup memanas dan bertambah gaduh, pasalnya dosen filsafat dari Universitas Indonesia ini memberikan sebuah pernyataan yang cukup megejutkan dalam ruang publik, Â ia melontarkan bahwa kitab suci itu adalah fiksi, sebagai buntut dari pernyataan ini Ketua Cyber Indonesia, Permadi Arya alias Abu Janda telah melaporkan secara resmi persoalan ini ke Polda Metro Jaya, pada Rabu, 11 April 2018.
Pernyataan tersebut dianggap melanggar Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik karena dianggap dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Dunia Filsafat
Dalam beberapa hal sebenarnya penulis sepakat dengan Imam Al Ghazali terkait bantahannya kepada ide filsafat yang dituangkan dalam Tahafut Al Falasifah walau dalam hal lain penulis tetap merujuk kepada pendapat Ibn Rusyd menjawab Al Ghazali terkait tuduhan kerancuan berpikir filsuf dalam karyanya Tahafut at-Tahafut. Begitulah dalam dunia filsafat seperti dialektika dalam istilah Hegel, akan selalu ada  tesis - antitesis - sintesis yaitu reaksi atas teori dan jawaban/bantahan dari apa yang dilontarkan sebelumnya.
Intinya adalah bahwa tidak semua yang kita sampaikan itu sumber kebenaran walau tidak semuanya itu merupakan kesalahan. Kritik yang tajam sistematis, universal dan konstruktif itu bagian dari ruh filsafat sesungguhnya. Untuk merunut tentang cara berpikir logis dalam dunia filsafat ada baiknya kita merujuk Trotsky, ia menyampaikan bahwa logis itu sendiri disusun di atas basis metode deduktif, yaitu melalui silogisme, rantai silogisme ini disebut dengan sorites.
Aristoteles (384-322 SM) filsuf Yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander Agung, adalah orang pertama yang menulis satu sistematika atas logika formal dan logika dialektik yang kemudian disebut Silogisme. Silogisme sendiri menurutnya adalah jenis penalaran deduksi. Yaitu suatu argument yang terdiri dari dua premis dan satu kesimpulan.
Silogisme sendiri dalam filsafat ilmu adalah seperti contoh dibawah ini:
Setiap mamalia itu menyusui (premis mayor)
Kuda Sumbawa adalah mamalia (minor)
Jadi Kuda Sumbawa itu menyusui (konklusi)
Semua kitab suci adalah fiksi