Serangan terorisme di Indonesia terus mengalami elevasi, mulai dari jaringan, target serangan, dan pelaku. Sejak tahun 2000 hingga 2010, orang-orang barat, nonmuslim dan simbol-simbol asing, khususnya Amerika dan sekutu nya dijadikan sebagai target serangan. Namun, sejak 2011 hingga sekarang simbol-simbol negara seperti aparat keamanan bahkan sampai kepada rumah ibadah sudah menjadi target serangan teror. Dua kali aksi bom bunuh diri meledak di dalam komplek kepolisian, yakni di Masjid Adzikra Mapolresta Cirebon, Jawa Barat dan Mapolres Poso, Sulawesi Tengah.
Internet dan Pesan-pesan Radikalisme
Internet sebagai konsekuensi dari perkembangan teknologi informasi memiliki dua sisi yang bertolak belakang, misalnya, internet merupakan media yang efektif untuk menyampaikan pesan pada publik. Namun sarana ini justeru kerap dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk mengampanyekan ideologi nya. Munculnya website yang kerap menebar hate speech adalah fakta konkret bahwa internet menjadi lahan empuk bagi kelompok radikal dalam melakukan propagandanya.
Pada 2011, Kementerian Komunikasi dan Informatika menerima pengaduan sebanyak 900 yang terkait dengan situs–situs radikal. Dari jumlah itu sebanyak 300 situs yang dianggap radikal telah diblokir (BBC Indonesia, 28 September 2011). Penutupan situs radikal merujuk pada UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Berikut ciri-ciri kelompok dan media radikal dalam mengekspos isu-isu tertentu dan perbandingannya dengan kelompok/media moderat, yaitu:
No
Isu
Media Radikal
Media Moderat
1Kasus TerorismeSimpatik dan menganggap isu terorisme sebagai konspirasiTidak memihak dan menyuguhkan kasus yang terjadi seperti yang terekam di lapangan2Intoleransi (kasus Ahmadiyah dan GKI Yasmin)Cendrung memihak pada kelompok intoleran dan menghujat Ahmadiyah atau GKI YasminNetral dan berusaha mengakomodir kedua kelompok yang bertikai3Eksistensi NKRICendrung menentang eksistensi NKRINetral dan tidak mempersoalkan eksistensi NKRI4PancasilaCendrung menentang Pancasila dan menganggapnya sebagai ideologi kafirNetral dan tidak mempersoalkan eksistensi Pancasila5Khilafah IslamiahMendukung terbentuknya negara Islam dan Khilafah IslamiahNetral dan tidak membesar-besarkan isu Khilafah Islamiah6Kemajemukan IndonesiaCendrung menjadikan kemajemukan sebagai ruang adu domba, misalnya kasus Ambon, GKI Yasmin, Syiah, dan AhmadiyahNetral dan tidak mempertentangkan perbedaan agama, keyakinan, etnis, bahasa, dan budaya yang berbeda