“Ia yang menunjukkan bahwa sentuhan dan usapan seorang pria pada buah dadaku membuatku bergairah. Ia juga yang mengajakku mengeksplorasi tubuh masing-masing. Herannya, kita tidak pernah lepas kendali. ‘Jangan, aku bukan suamimu,’ demikian ujarnya berkali-kali. Herannya pula, kami selalu mencapai titik puncak. Lalu, salahkah aku jika aku senang bercinta? Salahkah aku jika aku senang mencapai kenikmatan seksual”.-Fira Basuki (Jendela-Jendela : 119)
“Pada mulanya aku sangat membencinya. Membenci tangan-tangan yang menarik tubuhku menempel erat di hadapan tubuh mereka. Lelaki-lelaki itu, mengulum dan mengunyah bibir merahku. Aku membenci lidah-lidah milik para lelaki itu, yang menjilati seluruh bagian tubuhku dengan penuh nafsu. Seolah mereka sedang menikmati sebuah santapan makan malam yang menggairahkan”.-Maya Wulan (Swastika : 53).
“Tak ada yang lebih indah dari pilihan sendiri. Batinku mulai bicara sendiri. Aku telah mendapatkan begitu banyak lelaki. Aku telah merasakan begitu banyak bentuk pergumulan tempat tidur. Hingga kini diriku sesak oleh pengalaman-pengalaman baru yang mungkin tak dirasakan oleh perempuan-perempuan lain Seusiaku”.
-Maya Wulan (Swastika : 133).
***
Mengutip ucapan Erich Fromm "L’ âme n’a pas de sexe" yang berarti "jiwa tidak punya kelamin", bahwa memang setidaknya ada hal yang takdapat ditukar birahi. Selalu ada hal yang takdapat diukur oleh sekadar isi celana: Jiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H