Desa Wana, terletak di Kecamatan Melinting, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, adalah salah satu desa yang masih dipengaruhi oleh adat keratuan Melinting hingga saat ini dan menyimpan beragam kekayaan nilai dan budaya. Di tengah gempuran arus modernisasi dan masuknya pendatang dari berbagai daerah yang seringkali mengancam eksistensi budaya suku asli Lampung, Desa Wana tetap teguh menjaga dan melestarikan warisan budaya dan tradisi turun-menurun.Â
Sejarah panjang desa ini tercermin dalam kehidupan keseharian masyarakat, dimana secara konsisten mempertahankan adat istiadat yang menjadi fondasi kehidupan mereka. Dengan berbagai aset budaya yang dimilikinya, baik itu dari segi kesenian lokal, rumah dan pakaian adat, hingga tradisi seperti adat pernikahan sebambangan dan upacara pemberian gelar.Â
Oleh karena itu, desa ini menjadi salah satu destinasi yang mengundang untuk ditelusuri, dan memberikan kesempatan bagi pengunjung dari luar untuk menelisik kekayaan budaya Lampung yang masih terjaga dengan baik.
Desa Wana memiliki akar sejarah yang mendalam, dimulai sekitar abad ke-17. Menurut tradisi lisan, pendiri pertama desa ini adalah Pangeran Iro Kesumo, yang datang ke wilayah tersebut sekitar tahun 1600-an. Nama jalan utama desa ini diabadikan untuk menghormati jasa beliau.Â
Sejarah lokasi Desa ini bukanlah sebuah kebetulan, desa ini berdekatan dengan sumber air yang berada di bawah pohon angsana, yang dalam Bahasa Lampung dikenal sebagai 'way angsano' dan kemudian disingkat menjadi 'way sano'. Nama ini akhirnya berkembang menjadi 'wano' atau 'Desa Wana' dalam Bahasa Indonesia.Â
Sejak awal, Desa Wana berada di bawah kekuasaan Keratuan Melinting dan mengikuti sistem kepemimpinan adatnya, di mana Lid sebagai pemimpin adat tertinggi memainkan peran penting dalam penyelesaian masalah adat.
Di Desa Wana, kearifan lokal dan kebudayaan tradisional tetap terjaga dengan baik. Salah satu contoh adalah rumah panggung yang masih mempertahankan arsitektur klasik suku Lampung Melinting. Rumah-rumah ini dilengkapi dengan peralatan masak tradisional, seperti tungku dan bejana, serta perabotan kayu, menciptakan suasana pedesaan yang autentik dan asri.Â
Keunikan lainnya adalah kepercayaan masyarakat bahwa rumah adalah harta keluarga yang tidak boleh berpindah tangan, dengan istilah lokal 'nuwo' untuk rumah induk.
Dalam hal kesenian, Tari Melinting merupakan salah satu warisan budaya penting di Desa Wana, yang berasal dari abad ke-16 dan masih sering dipertunjukkan dalam berbagai acara desa, seperti pernikahan dan pesta rakyat. Desa ini juga memiliki sanggar tari yang terletak di pusat desa, tempat masyarakat berlatih Tari Melinting.Â
Selain itu, upacara pernikahan di Desa Wana melibatkan pemberian gelar adat, yakni 'adek' dari keluarga dan 'jeneng' dari Ratu, menandakan kehormatan dan peran budaya dalam kehidupan masyarakat setempat