saya akan membagikan sebuah pengalaman pribadi yang mungkin nantinya akan sangat bermanfaat bagi para pembaca terutama bagi para orangtua atau calon ibu, ada suatu pengalaman yang sangat penting untuk saya pribadi yang mana memang belum berkeluarga dan pelajaran atau pengalaman ini mungkin akan sangat berpengaruh bagi saya dan teman-teman semua yaitu disaat saya mulai menjadi seorang guru relawan di salahsatu RA atau setara dengan TK disalahsatu RA di sebuah Desa di Jember tepatnya di Desa saya sendiri.
menjadi seorang guru tujuan utamanya bukan semata-mata untuk mendapatkan gaji atau keuntungan yang besar di sebuah lembaga pendidikan terutama jika lembaga pendidikan itu ada di Desa, akantetapi menjadi seorang guru itu harus di landasi dengan keikhlasan dan kesabaran, mengapa demikian karena seorang guru itu jika ia sudah ikhlas untuk mengamalkan ilmunya terhadap orang lain tanpa memandang ataupun mempertimbangkan seberapa besar gajinya yang nantinya akan di dapatkan maka ilmu yang guru tersebut berikan terhadap anak-anak didiknya tersebut InshaAllah ilmu yang didapatkan oleh anak didik tersebut akan menjadi ilmu yang nafi' atau berkah dan bermanfaat juga akan cepat di tangkap oleh anak didik tersebut sehingga anak-anak didik tersebut juga akan dengan secara ikhlas atau secara lapang dada dalam menerima ilmu yang kita berikan sehingga dapat dengan mudah mereka pahami dan mereka tangkap. Poin yang ke dua yaitu kesabaran "Assobru yu'iinu 'ala kulli amalin"Â salahsatu pribahasa yang selalu saya ingat sampai saat ini yang saya dapatkan dari pondok pesantren dulu dengan arti kesabaran akan menolong kita dalam setiap perbuatan atau pekerjaan atau ada juga yang mengartikan paling mulianya suatu pekerjaan itu jika di landasi oleh kesabaran, dari sini kita sebagai warga negara Indonesia terutama apabila profesi kita sebagai seorang guru atau guru honorer sekalipun memang sudah seharusnya dan kewajiban kita untuk selalu bersabar karena menjadi seorang guru di negara ini yang hanya di pandang sebelah mata belum lagi tuntutan-tuntutan lain yang kadang memang justru tambah meberatkan bagi guru-guru di Indonesia ini, sabar bukan hanya meliputi sabar karena menjadi guru sebagai pahlawan tanda jasa yang tidak memandang gaji dan sering tidak mendapatkan gaji tapi sabar bagi seorang guru juga harus bisa sabar dalam menghadapi tingkahlaku atau sikap dan sifat dari masing-masing anak didik kita, yang mana jika kita bayangkan pendidikan di RA/TK yang merupakan masih dalam jenjang pendidikan taman kanak-kanak dan masih dalam masa perkembangan dalam membentuk karakter dari masing-masing individu juga dalam masa pentingnya pendampingan untuk masing-masing anak didik tersebut, justru keahlian seorang guru di TK/RA harus dilandasi dengan kesabaran maupun keihklasan yang ekstra dalam mendidik anak-anak usia dini yang tidak mudah.
seperti yang kita ketahui pendidikan anak usia dini di Desa dan Kota memiliki perbedaan yang cukup signifikan mulai dari segi fasilitas, keahlian guru, juga karakter dari masing-masing anak usia dini tersebut. Saya sudah berkali-kali berusaha mengamati perbedaan-perbedaan apa yang membuat karakter anak usia dini di Desa dan kota itu berbeda apakah karena fasilitas? jika kita lihat dari segi fasilitas memang terdapat keterbatasan di desa jika kita bandingkan antara desa dan kota akantetapi fasilitas di jaman modern ini tidak menjadi halangan bagi lembaga pendidikan anak usia dini RA/TK menurut saya pribadi, kemudian apakah karena keahlian gurunya? keahlian seorang guru antara desa dan kota bagi lembaga pendidikan RA/TK di masa kini sepertinya juga bukan, karena semua tenaga pendidik sebelum ia terjun menjadi seorang guru maka semua latar belakang dari guru tersebut sudah diharuskan juga memiliki gelar yang sesuai dengan lembaga pendidikan yang akan mereka geluti masing-masing, misalnya RA berarti guru tersebut harus lulusan dari PGRA atau lulusan sarjana pendidikan anak usia dini, mengapa demikian karena kembali lagi semua harus sesuai keahliannya dan guru-guru pengajar anak usia dini tentunya memiliki pelatihan yang berbeda dengan guru-guru pengajar bagi sekolah SD atau MTS sekalipun, jadi pendidikan linier seorang guru di lembaga pendidikan di desa maupun kota sudah mulai ada perkembangan walaupun mungkin masih ada beberapa yang kurang sesuai tapi sertifikasi maupun pelatihan wajib harus mereka ikuti agar dapat menyesuaikan dengan keahlian.
lalu apa yang membuat karakter dari anak usia dini itu berbeda antara di kota dan desa? selama menjadi guru relawan di desa saya mendapatkan hal penting yang membuat karakter, sifat, atau sikap dari anak usia dini di desa yang nampak perbedaannya ialah anak usia dini di RA/TK di desa terlihat lebih sulit untuk mendengarkan guru mereka (memang tidak semua tapi rata-rata), anak usia dini RA/TK di desa lebih memiliki sifat  nakal dibandingkan anak RA/TK di kota (memang tidak semua tapi rata-rata), mengapa saya berani mengambil kesimpulan sedemikian rupa...... karena ternyata setelah saya mengetahui karakter yang sebenarnya dari anak usia dini di desa tersebut sebenarnya tidak seperti dua ciri yang saya sebutkan sebelumnya, lantas mengapa karakter tersebut bisa mereka miliki dan dari mana? anak kecil atau anak usia dini cenderung memiliki sifat copy paste dari lingkungan sekitarnya baik di dalam rumah maupun luar rumah akantetapi yang paling kental dan yang paling penting yang akan mereka copy paste sikap, sifat maupun tingkahlakunya setiap hari ialah dari orangtuanya, orangtua di desa cenderung memiliki umur yang lebih muda dibanding umur orang tua di kota karena maraknya pernikahan di usia dini atau belum cukup umur di desa masih tetap terjadi hingga saat ini, dan hal tersebut yang membuat orangtua di desa belum bisa dengan tepat menyikapi  atau mendidik anak-anak mereka sehingga yang dapat mereka lakukan hanyalah melampiaskan semua kemarahan atau hanya "memarahi" saja tanpa tau kebutuhan dari anak tersebut seharusnya bagaimana, jadi tpaling sering terjadi dari kejadian nyata orangtua di desa cenderung memarahi sampai mencubit, menjewer ataupun memukul dalam kondisi apapun tanpa mengerti apa sebenarnya sifat atau sikap yang tepat dalam menyikapinya. Dan yang tak kalah menarik orangtua di desa malah tidak terlalu mementingkan pendidikan hingga pendidikan tinggi dan yang terpenting bagi mereka cukup sampai SMP atau SMA itupun kalau sampai lulus, dan dari sanalah kurangnya parenting bagaimana seharusnya menjadi orangtua yang baik bagi anak-anaknya.
sehingga yang terjadi anak-anak mereka menjadi nakal dan tidak dapat mengontrol emosi ataupun tidak dapat mengetahui sikap yang mana yang seharusnya ia lakukan dan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi, jadi semua karakter yang sudah dijelaskan tadi merupakan bentuk pelampiasan dari kejadian-kejadian yang ia alami, lihat maupun ia rasakan namun tidak dapat diungkapkan dan tidak ada yang memberitahukan bagaimana seharusnya sikap yang benar jadinya anak-anak tersebut melampiaskan di sekolah mereka. Mungkin sederetan kata dan penjelasan dari kejadian yang saya tangkap ini dapat menjadi pelajaran bagi para calon ibu dan bagi para orangtua untuk lebih mengenal pentingnya sikap kita terhadap anak-anak kita dimulai sejak dini, karena apa yang anak kita lihat, dengar maupun rasakan semua akan mereka tiru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H