Mohon tunggu...
Qurrota A'yunin
Qurrota A'yunin Mohon Tunggu... -

Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kehampaan Tanpa Romantisme Kehidupan

9 Desember 2014   18:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:41 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seorang mahasiswi dari Universitas ternama di Yogyakarta. Kondisi fisik tidak terlalu buruk, intelektual yang sekadarnya namun tekad dan usaha yang besar adalah prinsipnya, itulah cerminan dari Sashi. Cita-cita yang mungkin sudah ada di depan mata, tinggal satu langkah lagi untuk meraihnya. Menjadi seorang design professional adalah impian sashi. Sashi anak kedua dari dua bersaudara, kakaknya yang bekerja sebagai pelayan restoran ikut berkontribusi dalam kebutuhan ekonomi keluarga. Jika melihat latar belakang keluarga sashi, dia dibesarkan dalam keluarga yang sederhana. Ayahnya seorang pekerja pabrik dan ibunya hanya penjual nasi keliling. Keinginan sashi yang ingin membawa keluarganya mentas dari kemiskinan butuh tenaga yang lebih dari apa yang selama ini difikirkannya.

Suatu ketika ayah yang sangat dicintainya mengalami kecelakaan. Kecelakaan yang membuat ayah Sashi lumpuh dan mengalami kecacatan fisik membuat Ibu dan anak-anaknya bekerja keras untuk mendapatkan uang akan kesembuhan seorang ayah. Karena biaya perawatan rumah sakit sangat mahal, ibu Sashi terpaksa mencari uang pinjaman dari teman ayahnya. Setelah mendapatkan uang pinjaman, akhirnya ayah Sashi mendapatkan perawatan dan berkumpul kembali dengan keluarganya.

Lambat tahun, akhirnya Sashi menjadi sarjana design professional dengan gelar lulusan terbaik di Universitasnya. Sungguh kebanggaan yang luar biasa yang pernah di raihnya. Sashi bekerja di suatu perusahaan arsitektur. Kini impiannya menjadi kenyatan mengentas keluarganya dari derat kemiskinan. Di umur yang sudah matang baik dalam dunia romantisme, maupun produktivitas biologis, juga adanya culture yang di akui keakuratannya karena sudah ada dan berlaku dari nenek moyang bahwa gadis di usia yang sudah mencapai kepala dua, setidaknya sudah mempunyai pasangan atau seorang kekasih, tidak menutup kemungkinan bahwa Sashi juga ingin merasakan seperti halnya yang dirasakan oleh gadis lainnya. Namun apa dikata, segala apa yang dicita-citakan selama ini tidak selamanya berjalan lurus sesuai dengan keinginan Sashi. Tanpa disadari Sashi mengalami kegancalan dalam perilaku kesehariannya, dia merasa aneh setiap kali berdekatan dengan lawan jenisnya. Perilaku-perilaku tersebut semakin hari semakin menjadi-jadi.

Karena kecemasan yang berlebihan tersebut menganggu aktifitas sehari-hari, Sashi bersama teman dekatnya mencari seorang terapi untuk membantu mengenali apa sebenarnya perilaku yang di alami oleh Sashi selama ini. Setelah menjalani sesi demi sesi, dimulai dari orientasi sampai dengan relaksasi, akhirnya keadaan sashi mulai membaik. Sedikit simpulan dari seorang terapis yaitu selama ini Sashi berfikir bahwa seks itu adalah hal yang buruk. Orang lain merasa bahagia saat mereka sedang jatuh cinta tapi Sashi justru sangat benci itu, sampai-sampai mau muntah. Ketika berdekatan dengan lawan jenis, sashi akan mengeluarkan banyak keringat dan jantungnya mulai berdetak-detak kencang. Kecemasan yang ekstrem yang dialami Sashi ternyata terjadi sejak Sashi duduk di bangku SMP. Semua hal yang dialami sashi terjadi Ketika sashi tanpa sengaja melihat ibunya berciuman mesra dengan seorang laki-laki yaitu teman dari ayahnya yang selalu membantu keluarga Sashi baik itu dalam pendidikan maupun dalam kebutuhan ekonomi. Entah kedekatan hubungan yang seperti apakah yang dijalin ibu dengan teman ayahnya. Kejadian atau peristiwa yang tidak dapat dilupakan sashi menjadikan sebuah trauma yang melekat dan berimbas pada kepribadian dimasa depannya . Seperti yang diketahui bahwa gangguan-gangguan tersebut baru dapat dirasakan ketika Sashi sudah beranjak dewasa, karena dirasa menganggu Sashi dalam menikmati saat-saat mudanya. Terapis menyarankan kepada Sashi untuk lebih meyakinkan dirinya terhadap persepsi-persepsi buruk tentang lawan jenisnya, gangguan yang dialami Sashi tidak mungkin bisa terminimalisir apabila Sashi tidak berusaha dengan sendiri untuk melawannya. Karena musuh terbesar sashi adalah dirinya sendiri, Persepsinya lah yang membuat kecemasan itu terjadi berulang-ulang.

Setelah sesi terapi selesai, Sashi menyadari untuk menjadi pribadi lebih baik. Dia sering mencoba untuk Coffe break dengan teman kerjanya (lawan jenis), atau sekedar jalan-jalan untuk mengisi waktu luang, sehingga dengan aktifitas yang dibarengi rasa senang akan meminimalisir gangguan kecemasan tersebut. jika hal tersebut terjadi sampai ke jenjang yang lebih tinggi maka besar kemungkinan untuk Sashi menjadi gadis seumur hidupnya. Tetapi melihat dari prinsip yang dipegang teguh oleh Sashi yaitu tekad dan berusaha maka terapis yakin bahwa Sashi akan mampu untuk menghilangkan kecemasan-kecemasan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun