Mohon tunggu...
Qurrota Ayun
Qurrota Ayun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Malang

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kedaulatan Maritim di Tengah Bayang-Bayang Perang Diplomatik di Laut China Selatan

20 Maret 2024   00:57 Diperbarui: 20 Maret 2024   01:00 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laut China Selatan, dengan luasnya 550-650 mil laut (lebar) dan 1200 mil laut (panjangnya)[1], telah lama menjadi pusat perhatian dalam geopolitik global. Wilayah ini tidak hanya menjadi jalur pelayaran vital bagi perdagangan internasional, tetapi juga kaya akan sumber daya alam seperti ikan, gas alam, dan minyak bumi. Untuk Indonesia, Laut China Selatan memiliki kepentingan strategis yang tak terbantahkan. Terletak di perbatasan barat daya laut tersebut, Indonesia memiliki klaim wilayah yang signifikan di Laut China Selatan, termasuk Kepulauan Natuna yang kaya akan sumber daya alam. Selain itu, kontrol terhadap Laut China Selatan memungkinkan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan maritimnya, melindungi perbatasannya, dan menjaga keamanan nasionalnya.

Namun, kompleksitas geopolitik Laut China Selatan tidak dapat disangkal. Perselisihan klaim wilayah antara beberapa negara, termasuk Indonesia dan Tiongkok, telah menyebabkan eskalasi ketegangan yang serius di wilayah tersebut. Adapun dampak global yang mungkin menghantui, yaitu gangguan terhadap lalu lintas pelayaran. Apalagi wilayah Laut China Selatan adalah perairan strategis pelayaran baik komersial maupun militer[2]. Tiongkok, dengan klaimnya yang luas atas sebagian besar wilayah Laut China Selatan melalui garis semuannya, telah memicu reaksi keras dari negara-negara tetangga, termasuk Indonesia. Kehadiran militer yang semakin kuat, pembangunan pulau buatan, dan kegiatan eksploitasi sumber daya yang dipersengketakan telah menambah ketegangan dan meningkatkan risiko konflik di wilayah tersebut. Salah satu tindakan militerisasi yang juga dikhawatirkan banyak pihak adalah penerapan Air Defense Identification Zone yang merupakan daerah di wilayah udara atas tanah atau laut yang pada umumnya terbentang mulai dari wilayah territorial negara yang bersangkutan hingga mencapai ruang udara di atas laut bebas yang berbatasan[3] dengan Laut China Selatan, sebagaimana yang dilakukan Tiongkok di Laut Tiongkok Timur pada tahun 2013 lalu[4]. Oleh karena itu, eskalasi ketegangan di Laut China Selatan telah menjadi sumber kekhawatiran besar bagi Indonesia dan negara-negara lain di kawasan, serta menjadi tantangan serius bagi stabilitas dan keamanan regional. 

Dalam medan diplomatik yang semakin rumit di Laut China Selatan, Indonesia berdiri sebagai pemain kunci yang harus berhadapan dengan serangkaian tantangan yang menguji kedaulatan maritimnya. Dinamika terbaru dalam ketegangan diplomatis di kawasan ini telah menggarisbawahi peran penting Indonesia dalam menanggapi konflik yang semakin memanas antara negara-negara regional, terutama dengan China.

Dalam situasi yang terus berubah, Indonesia harus mempertimbangkan secara hati-hati langkah-langkahnya dalam menghadapi rivalitas kekuatan besar di Laut China Selatan. Kedaulatan maritim menjadi inti dari perdebatan ini, tidak hanya sebagai klaim teritorial, tetapi juga sebagai hak untuk mengamankan sumber daya alam dan menjaga stabilitas di wilayah tersebut. Klaim Indonesia terhadap wilayahnya di Laut China Selatan, terutama Kepulauan Natuna, menjadi sorotan utama dalam upaya mempertahankan kedaulatan maritimnya. Salah satu upaya Indonesia dalam menjaga keamanan di wilayah perbatasan adalah dengan tetap melanjutkan perundingan perbatasan (diplomacy borde) agar terdapat kejelasan garis perbatasan Indonesia dengan negara tetangga, serta melakukan aktivitas eksplorasi minyak bumi dan gas alam di Laut Natuna, sebagai bentuk eksistensi Indonesia di wilayah tersebut[5].

Peneguhan tentang pentingnya kedaulatan maritim bagi Indonesia dalam menghadapi ketegangan diplomatik di Laut China Selatan menyoroti kompleksitas geopolitik regional yang semakin memburuk. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia dihadapkan pada tantangan yang memerlukan strategi yang matang untuk menjaga integritas wilayahnya di tengah persaingan yang semakin memanas di wilayah tersebut. Kedaulatan maritim bukan sekadar isu kedaulatan konvensional; ia melibatkan masalah ekonomi, keamanan, dan stabilitas regional yang semakin kompleks. Oleh karena itu, terdapat panggilan yang kuat untuk tindakan lebih lanjut guna memperkuat posisi Indonesia dalam mempertahankan kedaulatannya di Laut China Selatan demi kepentingan nasional dan stabilitas lebih luas di kawasan.

Dalam menanggapi tantangan ini, Indonesia harus mengadopsi pendekatan yang holistik dan terkoordinasi. Ini mencakup penggunaan diplomasi yang aktif untuk memperoleh dukungan internasional yang lebih kuat, peningkatan kapasitas militer untuk memastikan pertahanan yang tangguh, kerjasama dengan negara-negara mitra yang memiliki kepentingan serupa, serta penegakan hukum yang konsisten berdasarkan prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku. Dengan pendekatan yang komprehensif ini, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai penjaga kedaulatan maritim di Laut China Selatan dan berperan sebagai pemain yang proaktif dalam mempromosikan stabilitas dan keamanan di kawasan Asia Pasifik.

Perselisihan antara Indonesia dan Cina, terutama dalam memperebutkan wilayah Laut Cina Selatan, bukanlah yang pertama kali terjadi. Namun, langkah yang diambil oleh Indonesia pada Mei 2020 lalu, yaitu mengirimkan nota diplomatik kepada PBB yang dilakukan oleh negara ASEAN[6], menandai upaya diplomatis ASEAN yang kuat dalam menangani konflik tersebut secara multilateral. Tindakan tersebut menandai komitmen Indonesia dan ASEAN dalam menjalankan diplomasi yang sah dan memperjuangkan prinsip-prinsip internasional untuk menyelesaikan konflik di Laut China Selatan. Langkah ini memperkuat pentingnya kerja sama regional dalam menjaga kedamaian dan stabilitas di kawasan yang dipenuhi oleh ketegangan diplomatik. Selain itu, langkah tersebut juga mengukuhkan kedaulatan maritim Indonesia di tengah persaingan diplomatis yang memanas di wilayah tersebut sebagai pemangku kepentingan utama dan penjaga kestabilan di Laut China Selatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun