Beberapa hari belakangan sejak social discanting. Membuat akal pikiran ngurusin ekonomi makin bak buih di lautan. Terombang ambing kesana-kemari.
Masa itu merupakan masa transisi. Percakapan dengan orang dibatasi, tak ada lagi kegiatan kumpul kebo. Aktivitas keagamaan diminimalkan. Mungkin bumi lagi pengen istirahat dari gerak-gerik kita.
Rumah menjadi tempat berdiamnya para makhluk adam. Makan, minum, mandi, main hp, tidur gak kemana-mana. Palingan Cuma keluar ke dalam rumah. Sesekali di teras rumah melihat katak sedang meloncat-loncat.
Ekonomi pun tak terhiraukan. Dompet membengkak. Tak terurus pengeluarannya. Enaknya sih ngemil terus kala nonton tv. Youtube menjadi andalan ketika acara tv sedang tak mood saat ditonton.
Jika begini terus, kita hanya bisa pasrah. Yang bekerja tak bisa bekerja. Sebagian lapangan pekerjaan ditutup sementara. Ngomongin petani di sawah masih bisa untung saat panen. Ada tak enaknya juga kalau semua pasar tutup. Mau di distribusikan kemana.
Mahasiswa seperti kita kagak betah terus-terusan di rumah. Tugas menumpuk. Pembelajarannya pun ala daring. Tak bisa empat mata sama dosen. Kalau IQ-nya tinggi sih enak. Kalau seperti kita nih harus diulang-ulang biar faham.
Mikirin ekonomi bikin kepala puyeng. Bangun tidur hendak tidur. Lihat HP. Khawatir ada chat masuk. Sesekali lihat status teman. Belum lagi kalau lagi gak mood, ujung-ujungnya youtube.
Youtube memang menjadi andalan. Semakin senang lihat kontennya. Harus senang juga dengan terkurasnya paket data kita.
Kalau begini terus, enakan di kampus aja. Wifi-an gratisan. Youtube sepuasnya. Saling canda tawa sama teman. Hingga nongkrong di kafe.
Semua itu hanya mimpi belaka. Keadaan sekarang tak bisa dipaksakan. Ikut aturan pemerintah. Mungkin itu yang terbaik.
Harapan pendek corona segera menghilang. Agar semua orang bisa menikmati hidupnya. Berhalu-lalang bekerja. Nambah pemasukan ekonomi.