Mohon tunggu...
Qurotul Aini
Qurotul Aini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Matematika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Suka menulis dan mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Pendidik Unggul di Era Society 5.0: Tantangan, Perubahan, dan Peluang

14 Desember 2024   20:02 Diperbarui: 14 Desember 2024   20:02 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Gambar dibuat oleh penulis di aplikasi canva

Saat ini, dunia pendidikan berada dalam era Society 5.0, yang menuntut pendidik untuk mengembangkan strategi dan kompetensi agar tetap efektif dan relevan dengan perkembangan teknologi serta kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Namun, apakah semua pendidik dapat mengikuti perubahan ini?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidik artinya orang yang mendidik. Secara etimologi dalam Bahasa Inggris ada beberapa kata yang berdekatan arti pendidik seperti kata teacher artinya pengajar dan tutor yang berarti guru pribadi, di pusat-pusat pelatihan disebut sebagai trainer atau instruktur. Pengertian pendidik juga disebutkan oleh Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang berbunyi: "Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widya-iswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisifikasi dalam menyelenggarakan pendidikan." Pendidik yang dimaksud adalah guru.

Society 5.0, yang pertama kali diperkenalkan oleh pemerintah Jepang pada tahun 2019, merupakan kelanjutan dari Revolusi Industri 4.0. Jika Revolusi Industri 4.0 mengandalkan kecerdasan buatan (AI), Society 5.0 lebih fokus pada integrasi teknologi dan kemanusiaan untuk menyelesaikan tantangan sosial. Pendidikan memegang peranan penting dalam mendukung kualitas sumber daya manusia (SDM) pada era ini, dengan menekankan kecakapan hidup abad 21 yang dikenal sebagai 4C (Creativity, Critical Thinking, Communication, Collaboration) (Sakiinah, 2022).

Tantangan pendidikan dalam konteks masa kini sangat beragam dan rumit. Selain menguasai teknologi yang berkembang pesat, pendidik masa kini harus menjamin proses pembelajaran yang selaras dengan zaman dan dapat diaplikasikan di dunia nyata. Oleh karena itu, titik masuk untuk menguasai teknologi merupakan salah satu tantangan utama yang kontras dengan pemahaman berbagai platform e-learning, kecerdasan buatan, dan media pembelajaran berbasis teknologi. Pendidik juga harus merancang kurikulum yang efektif bagi peserta didik. Kurikulum tidak hanya harus mengajarkan teori tetapi juga memberikan keterampilan kerja secara praktis.

Peserta didik generasi sekarang, yang merupakan salah satu generasi digital, lebih menyukai metode pembelajaran yang relevan dengan minat mereka. Oleh karena itu, para pendidik harus mengadopsi strategi kelas yang mencakup aplikasi dan proyek untuk meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran mereka. Ketimpangan teknologi di antara para siswa merupakan tantangan lain bagi para pendidik, para siswa tidak memiliki akses ke teknologi atau kemampuan untuk membeli teknologi. Pembelajaran harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menjangkau semua siswa, terlepas dari latar belakang mereka.

Pengembangan Kreativitas dan keterampilan 4C melalui pendidikan sangat penting untuk era Society 5.0. Para pendidik dianjurkan untuk menjalankan pendidikannya melalui pembelajaran berbasis proyek karena menawarkan metode yang jelas untuk mengembangkan kreativitas, pemikiran kritis, komunikasi, dan kolaborasi bagi peserta didik. Dalam menghadapi tantangan ini, pendidik dapat menggunakan pedoman penilaian yang jelas, pelatihan dan dukungan professional, kolaborasi dengan komunitas dan sumber daya eksternal, serta strategi yang responsive terhadap kebutuhan individu siswa (Ilham Kamaruddin, Ertati Suarni, Saparuddin Rambe, Bayu Purbha Sakti, Reza Saeful Rachman, 2023). Hal ini telah dimasukkan ke dalam sistem pendidikan di Indonesia melalui Kurikulum Mandiri sebagai kesadaran di era Society 5.0.

Pendidik juga dihadapkan pada tantangan dalam mengevaluasi dan menilai pembelajaran. Metode evaluasi yang lebih tepat dan sesuai dengan keterampilan abad 21 diperlukan, di mana tidak hanya pengetahuan kognitif yang dinilai, tetapi juga keterampilan non-kognitif seperti kreativitas, etika, dan kemampuan kolaborasi. Menurut (Ely Syafitri, Dian Armanto, 2021) Abad 21 yang merupakan abad globalisasi menuntut manusia untuk memiliki keterampilan, salah satunyas keterampilan berpikir untuk dapat bertahan dan berkompetisi dalam persaingan global. Selain itu, untuk menjaga minat peserta didik di tengah perkembangan teknologi dan akses informasi yang sangat luas, pendidik harus mampu memotivasi dan menginspirasi mereka agar tetap tertarik dengan pembelajaran yang relevan dan mengasyikkan.

Tantangan lainnya adalah pengelolaan kelas dan interaksi digital, terutama dalam pembelajaran daring yang semakin banyak dilakukan. Pendidik harus dapat mengelola kelas dengan baik, baik secara langsung maupun virtual, serta memastikan disiplin dan partisipasi aktif peserta didik. Di samping itu, di era informasi yang serba cepat ini, pendidik juga harus mengajarkan siswa untuk berpikir kritis dan membedakan antara fakta dan berita hoaks yang beredar.

Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa dunia pendidikan saat ini berada dalam era Society 5.0 yang menuntut pendidik untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Pendidik diharapkan untuk menguasai teknologi digital, menyusun kurikulum yang efektif, dan menyesuaikan metode pembelajaran dengan gaya belajar generasi digital. Tantangan lain yang dihadapi termasuk mengatasi ketimpangan akses teknologi, mengembangkan keterampilan 4C (Creativity, Critical Thinking, Communication, Collaboration), serta menerapkan evaluasi yang relevan dengan keterampilan abad 21. Selain itu, pendidik juga perlu memotivasi dan menginspirasi peserta didik agar tetap tertarik dengan pembelajaran di tengah informasi yang berlebihan dan perkembangan teknologi yang pesat. Oleh karena itu, untuk menghadapi tantangan ini, pendidik harus terus memperbarui keterampilan mereka dan menciptakan pembelajaran yang relevan, kreatif, dan menyenangkan bagi peserta didik.

Daftar Sumber:

Ely Syafitri, Dian Armanto, E. R. (2021). Aksiologi Kemampuan Berpikir Kritis. Journal of Science and Social Research, 4(3), 320--325.

Ilham Kamaruddin, Ertati Suarni, Saparuddin Rambe, Bayu Purbha Sakti, Reza Saeful Rachman, P. K. (2023). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek dalam Pendidikan: Tinjauan Literatur. Jurnal Review Pendidikan Dan Pengajaran, 6(4), 2746.

Sakiinah, A. N. (2022). Revolusi Pendidikan di Era Society 5.0. Jurnal Pendidikan Transformatif, 1(2), 21--22.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun