Dengan semangat Sumpah Pemuda, generasi muda hendaknya mampu menjawab pertanyaan dari Pak Dirman, "Pie tresno negarane dewe (Bagaimana mencintai negara kita)?" dengan Nasionalisme, generasi muda dari berbagai Suku, Ras dan Agama hendaknya menyelesaikan transformasi "satu bahasa" yang memberikan kedamaian dan persatuan sebagai kecintaan terhadap Indonesia.
Jika Sumpah Pemuda hanya sebagai simbol yang dirayakan setiap tanggal 28 oktober, masih layakkah Sumpah Pemuda? Atau seperti pendapat Ben Anderson :Â
"Seingat saya, selama revolusi Sumpah Pemuda tidak sering disebut, itu bukan karena orang tidak tahu atau sudah lupa bahwa ada Sumpah Pemuda. Tapi, ya ..., bagaimanapun pemuda-pemuda nggak usah disumpah lagi. Tapi bisa bergerak. Bisa berevolusi. Bisa melawan Belanda. Bisa mendongkel bupati. Jadi nggak ada sama sekali pikiran ke sana, justru karena mereka sedang dalam arus revolusi. Kalau Sumpah Pemuda itu kan diciptakan oleh pemuda-pemuda yang justru karena tidak bisa berbuat apa-apa, mereka lalu bersumpah. (Ben Anderson, Membangun Republik, 2017, hlm. 55) Â
[1] Ben Anderson, Kuasa Kata, 2000 hlm. 420[2] Ben Anderson, Kuasa Kata, 2000, hlm. 420[3] Mrazek, 2006,hlm.48-49[4] Eka Ningtyas, Kontrol Bahasa Indonesia Pada Era Orde Baru (2010)Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H