Mohon tunggu...
Mohamad Qunut
Mohamad Qunut Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketangguhan Perempuan Kramat

28 Agustus 2017   07:26 Diperbarui: 28 Agustus 2017   09:20 1248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah budaya patriarki yang kental mereka terus bergerak, tanpa hiruk pikuk, tanpa kemeriahan, tanpa kegaduhan. Popularitas jauh dari benak apalagi pencitraan mungkin pengabdian sebagai padanan yang pas atas sikap mereka. Ketangguhan, layaknya Kartini.

Perempuan-perempuan tangguh ini tinggal di Desa Kramat, secara administratif menjadi bagian Kecamatan Karangmoncol Kabupaten Purbalingga. Di antara keindahan dan kesejukan alam yang menakjubkan tersimpan ancaman yang "menghantui desa". Tanah Longsor, Banjir, Kekeringan dan Angin Ribut menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di desa.

Ancaman beragam ini menjadikan perempuan Kramat yang selama ini aktif dalam kegiatan sosial, sebagai kader posyandu, kader kesehatan, PKK, sebagian juga sebagai anggota KPMD (Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa), terlibat aktif di kegiatan Pengembangan Masyarakat Tangguh Bencana (Mastana) BPBD Jawa Tengah yang diselenggarakan pada tanggal 21 -- 25 Agustus 2017 di Balai Desa Kramat.

Program Mastana bertujuan membentuk Desa Tangguh Bencana sebagai Jangkar Desa Berdikari (Desa Tangguh Bencana Berdikari), salah satu program unggulan Gubernur Ganjar Pranowo. Program kegiatan ini membuka ruang bagi perempuan untuk berpartisipasi aktif menyuarakan aspirasi agar desanya bisa menjadi Desa Tangguh Bencana Berdikari.

Dari beberapa Desa Tangguh Bencana yang sudah dibentuk oleh BPBD Provinsi Jawa Tengah, di Desa Kramat, keterlibatan perempuan yang menjadi peserta kegiatan mencapai 40 persen. Hal ini memberikan suasana yang dinamis dalam setiap sesi diskusi. Partisipasi aktif perempuan Kramat dimulai saat mengikuti sesi Sosialisasi bersama dengan Desa Sirau dengan narasumber Soenaryo,  staff khusus Gubernur dan Juli E Nugroho, Ketua FPRB Jateng yang memberikan input untuk berembug, berdiskusi mewujudkan Desa Tangguh Bencana Berdikari.

Setiap sesi diskusi dalam proses kegiatan selanjutnya, suara perempuan mampu  menjadi penyeimbang dan melengkapi. Seperti, data kerentanan antara lain meliputi kelompok rentan (anak, ibu hamil, ibu menyusui, lansia, penyandang disabilitas), masalah kesehatan lingkungan, RTLH, rendahnya tingkat pendidikan serta pendataan potensi desa yang menjadi kapasitas yang dimiliki desa dalam sesi Potret Desa dan Kajian Risiko Bencana.

Sesi tinjauan lapangan daerah ancaman bencana dan RTLH diikuti dengan kegembiraan tidak tampak raut wajah lesu dan capai setelah berdiskusi dari pagi hingga menjelang sore. Selama kurang lebih 2 (dua) jam sesi ini dilalui, keletihan hilang dalam canda-tawa dan cerita melepas lelah di antara menuliskan pengalaman dan pengamatan  di Balai Desa.

Proses dinamis semakin lepas dan mencair dengan keterbukaan dan interaksi, dimana tidak lagi canggung untuk bertanya dan berdiskusi dengan fasilitator  saat kesulitan menuliskan inspirasi dalam bentuk tulisan. Hal ini ditemukan di sesi diskusi  Strategi Prioritas Program Penanggulangan Bencana yang akan dilaksanakan dalam 6 (enam) tahun kedepan sebagai Dokumen Rencana Penanggulangn Bencana Desa serta program kegiatan tahunan dalam Rencana Aksi Komunitas. Proses maju semakin menarik dimana mereka semakin percaya diri sebagai perempuan tangguh bencana, dengan tampil kedepan mempresentasikan hasil diskusi di masing-masing kelompok saat diplenokan.

Di sisi lain, tampak perbedaan dalam sesi pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana Desa saat mengisi struktur pengurus. Mereka tetap konsisten untuk aktif dan berpartisipasi sampai pada pemungutan suara,  namun seolah-olah membatasi diri dalam peran di struktur pengurus. Mereka memilih untuk mengisi posisi-posisi sebagai pendamping namun startegis. Kondisi ini menjadi "citra" tersendiri bagi perempuan-perempuan tangguh di sebuah wilayah yang masih memegang budaya patriarki.

Partisipasi dan peran aktif dapat dilakukan dalam kondisi apapun, seperti halnya perempuan di desa Kramat. Bahwa, peran ketangguhan perempuan dalam kepedulian terhadap lingkungan tidak selamanya dengan membangun citra yang menakutkan, kesedihan dan kedzoliman. Berperan aktif dan terlibat dalam ruang-ruang partisipasi yang ada di desa sebagai wujud demokrasi yang semakin terbuka dan dewasa  lebih elegan. (MQ)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun