Mohon tunggu...
Mahdi Quintana
Mahdi Quintana Mohon Tunggu... -

Profesinya : perupa kata Hobby : Art Director CLiD Design & Art (sebuah perusahaan biro komunikasi visual di kota Bandung) Aku merangkai kata untuk merefleksikan diri, oleh karenanya aku berharap aku dapat berbagi refleksi kehidupanku dengan siapa saja, dengan harapan semoga bersama kita dapat mengarungi kehidupan yang terasa kian berat dijejali berbagai masalah yang menerpa.

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengurus Pajak Reklame ??? Oh No !!

6 November 2010   13:18 Diperbarui: 4 April 2017   18:08 8484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semenjak perusahaan kami mulai banyak mengerjakan media-media promosi luar ruang, maka "mau-tak-mau" kamipun harus mulai juga mengurus Pajak Reklamenya agar media-media promosi tersebut, contohnya : billboard, sign board, neon box, dsb, secara legal formal dapat terpasang ditempat yang benar dan diidam-idamkan oleh klien. Dari segi pendapatan perusahaan, maka pekerjaan pengurusan pajak dan perijinan reklame sebenarnya dapat mendatangkan income yang lumayan. Biasanya untuk pajak dan perijinan reklame di jalan-jalan utama akan menghabiskan biaya puluhan juta rupiah, jika 10 % - nya saja (minimal) kita anggarkan sebagai biaya jasa, maka jutaan rupiah dapat menjadi sebuah pendapatan yang menjanjikan. Walau demikian, jika boleh memilih, maka biasanya kita menghindari produksi media-media promosi itu plus pengurusan ijin dan pajaknya. Lho mengapa demikian ? Kok malah lari dari income yang cukup menggiurkan itu ? Apakah merasa sudah cukup sehingga merasa tidak perlu lagi ? Bukan saudara-saudara. Ada 3 alasan yang mendasari kami sehingga sebetulnya kami malas mengerjakan itu (tetapi berkali-kali akhirnya situasi dan kondisi memaksa kami untuk selalu melakukannya), yaitu :

  1. Pekerjaan yang sangat terasa nuansa KKN-nya, untuk mendapatkan Surat Ijin Pemasangan Reklame (SIPR) dan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) untuk reklame yang akan kita pasang maka kita harus mengurus banyak sekali Surat-Surat Perijinan, dan surat-surat tersebut harus kita lampirkan saat kita hendak mengurus SIPR tersebut. Diantaranya adalah surat dari Dinas PU , Dinas Perhubungan, Dinas Lingkungan Hidup (AMDAL), dll (dapat dilihat pada Perda Kota Bandung No. 02/3007). Ribet khan ? Tetapi seperti biasanya tidak ada yang sulit di negeri ini, asal ada uang. Dan karena banyak sekali proses yang akan di by-pass maka uang yang dibutuhkan lumayan besar sekali. Dari pengalaman kami untuk mengurus perijinan dan Pajak  1 tahun sebuah neon box ukuran 1 x 2 meter di kawasan jalan utama kota Bandung akan dibutuhkan biaya (yang diminta oknum tertentu) sekitar Rp. 15.000.000,00, sementara SKPD yang kami terima (setelah pengurusan itu) hanya Rp. 1.200.000,00 untuk satu tahun. Bayangkan, berapa ribu persen harus disediakan oleh klien untuk nilai Pajak yang sesungguhnya itu.
  2. Pekerjaan yang mengundang kecurigaan klien, pada beberapa kasus dimana klien untuk pertama kalinya meminta kami mengurus hal tersebut untuk reklame yang mereka inginkan, maka penggelembungan nilai pengurusan dibandingkan nilai asli pajak tersebut, menjadi sesuatu yang mengundang kecurigaan sekaligus menjadi duri yang sangat tajam dalam hal relasi kami dengan klien. Ada beberapa yang memandang kami-lah yang menggelembungkan nilai tersebut, sehingga kamilah yang dipandang licik dan mengada-ada. Apalagi kami tidak dapat menunjukkan bukti pembayaran apapun kepada klien (yang berkenaan dengan pengurusan itu), karena kamipun tidak dapat meminta bukti apapun kepada oknum yang membantu kami. Hanya selembar SKPD yang nilainya tidak seberapa itu, lain tidak !
  3. Pekerjaan yang kurang kepastian hukumnya, lho kenapa demikian ? Padahal inti dari pekerjaan ini adalah kita berusaha mendapat kepastian hukum dari sebuah reklame yang kita pasang, tetapi kok malah jadi kurang kepastian hukumnya. Inilah pengalaman kami : Suatu kali kami pernah mendapat pekerjaan produksi beberapa puluh spanduk dan pemasangannya. Dengan melalui perantaraan oknum tertentu, kamipun mengurus ijin dan pajaknya. Seperti biasanya jika ijin pemasangan dan pajaknya telah diurus maka spanduk-spanduk tersebut akan distempel dan ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang. Setelah proses tsb lengkap, maka tibalah kami memasang- puluhan spanduk-spanduk itu diseantero kota, dan karena mencari kenyamanan maka kami mengerjakannya mulai malam hari hingga pagi menjelang. Beres. Tetapi apa yang terjadi keesokan harinya, hampir sebagian besar spanduk yang kami pasang itu raib dari tempatnya. Dan ternyata spanduk-spanduk kami tsb diambil oleh instansi terkait, dengan alasan ijinnya tidak melalui koordinasi dengan instansi tersebut. Akhirnya karena kami dipandang tidak selesai mengerjakan pekerjaan kami tersebut, maka klien menolak untuk membayar pekerjaan tersebut, dan tinggalah kami lintang pukang mengurus masalah tersebut (yang sampai hari inipun tidak ada penyelesaiannya sama sekali !)

Itulah 3 hal yang mendasari kami untuk "sedikit antipati" pada sebuah pekerjaan yang bernama Pengurusan Perijinan dan Pajak Reklame, tetapi karena kami sedikit banyak memang ada di bisnis ini maka seringkali kami terpaksa mengerjakan pekerjaan tersebut walau kadang-kadang dibarengi dengan perasaan was-was, takut, benci, pengen marah, dan sebagainya. Oleh karena itu jasa seorang oknum tetap kami pelihara, walaupun kami tahu bahwa tindakan kami inilah yang sebenarnya makin membuat carut marut dunia pengurusan perijinan di negara kita ini, tetapi bayangkan kalau kita harus mengurus sendiri semua masalah itu. Akankah kita dapat menyelesaikannya dalam waktu cepat ? Akankah kita dapat mengurusnya dengan mudah ? Atau malah barangkali akankah dapat kita mengerjakannya sendiri ? Wallahualam ... Salam sejahtera selalu dan tetap berpikiran merdeka !
(tulisan ini telah dimuat dalam blog http://clid-design-art.blogspot.com, tanggal 22 Oktober 2010)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun