EXIT strategi jadi opsi pemerintah dalam rangka menghentikan perlambatan ekonomi yang tengah terjadi akibat pandemi covid-19. Gerak cepat menjadi pilihan usai Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2020 hanya mencapai 2,97 persen atau lebih rendah dari target yang dibuat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di kisaran 4,5-4,6 persen.
Jika menilik data sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2020 terkoreksi minus 2,41 persen dibandingkan dengan kuartal IV-2019. Persoalan pandemi covid-19 tidak dipungkiri memberikan pukulan cukup besar, tidak hanya dari segi kesehatan melainkan juga memukul sosial dan ekonomi. Imbasnya, perekonomian nasional tertahan laju kecepatannya.
Sejak virus mematikan yang awal mulanya berasal dari Wuhan, Tiongkok, itu masuk ke Tanah Air, aktivitas ekonomi mulai terganggu. Bahkan, kebijakan yang diambil pemerintah di awal masuknya covid-19 pada Maret 2020 tidak dipatuhi masyarakat sepenuhnya. Alhasil, penyebaran virus tersebut bergerak seperti 'angin' ke seluruh penjuru Tanah Air.
Lantaran jumlah orang yang terinfeksi virus korona kian bertambah, jurus pamungkas dikeluarkan yakni Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan tersebut tidak ditampik mampu memberikan hasil cukup positif yakni pertumbuhan jumlah yang terpapar virus mematikan itu mulai melambat. Terbaru, pemerintah melarang masyarakat melakukan mudik.
Meski muncul perdebatan terkait makna mudik dan pulang kampung, namun kebijakan itu diharapkan memutus mata rantai penyebaran covid-19 di seluruh wilayah Indonesia. Adapun pemerintah mencatat data terbaru kasus positif covid-19 pada Kamis, 7 Mei 2020 bertambah 338 orang.
Pasien sembuh bertambah 64 orang menjadi total 2.381 dan pasien meninggal dunia bertambah 35 menjadi total 930 orang. Penambahan itu membuat secara akumulatif ada 12.776 kasus covid-19 di Indonesia, sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020.
Untuk memutus mata rantai penyebaran virus korona -dengan vaksin dan obatnya belum ditemukan- hanya bisa terjadi jika masyarakat disiplin, mulai dari beraktivitas di rumah, menggunakan masker, dan mencuci tangan dengan sabun. Seluruh elemen dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, Rukun Tetangga (RT), dan Rukun Warga (RW) pun tetap harus semangat.Hanya itu caranya. Kita masih mampu gotong-royong dan tanpa terputus melawan covid-19. Sehingga pada Agustus kita betul-betul merasakan kemerdekaan dari covid-19. Ini perjuangan kita.
Normal baru atau new normal sedang hangat diperbincangkan sekarang ini, baik di tingkat global maupun di dalam negeri. New normal perlu disambut lantaran pandemi covid-19 sudah mengubah masyarakat dalam bersosialisasi, menjalankan aktivitas bisnis, berdagang atau jual beli, dari segi kesehatan, hingga aktivitas perekonomian secara keseluruhan.
Contoh kecilnya yakni jika dulu melakukan jual beli harus bertatap muka maka sekarang ini jual beli terjadi secara online. Bahkan, perkembangan teknologi informasi membuat silaturahmi bisa dilakukan melalui telepon genggam atau gadget yaitu melalui video call. Selain itu, konsultasi kesehatan bisa melalui aplikasi yang disediakan oleh platform kesehatan.
Tidak hanya itu, mungkin setelah pandemi covid-19 berakhir, orang akan tetap menghindari keramaian, banyak orang tetap mengisolasi diri, menghindari dari perkumpulan banyak orang, dan tetap melaksanakan physical distancing atau memberikan jarak di tempat kerja dengan pekerja akan diminta untuk tetap mengikuti aturan physical distancing.
Bahkan, video conference diperkirakan terus berjalan, masyarakat di banyak negara dianjurkan menggunakan masker dan hal tersebut menjadi hal biasa. Selain itu, banyak orang memilih opsi untuk berjalan kaki, menggunakan sepeda atau kendaraan pribadi daripada kendaraan umum untuk berangkat kerja atau melaksanakan perjalanan yang singkat.
Aktivitas higienis akan meningkat. Mencuci tangan dan menggunakan hand sanitizer menjadi hal biasa. Kegiatan sanitasi dan bersih-bersih menjadi hal wajib di lingkungan rumah maupun pekerjaan. Selain itu, aktivitas digital akan bertumbuh. E-commerce diyakini tumbuh tinggi karena semakin banyak toko dan restoran menyediakan jasa pengiriman tanpa kontak fisik
Kemudian, meningkatnya penggunaan media online/aplikasi dan video online, banyak orang akan menjaga kesehatan, menjaga makanan, dan olahraga rutin untuk meningkatkan sistem imun. Dari sisi pembelajaran akan ada penerapan belajar jarak jauh. Banyak sekolah akan menggunakan sistem online untuk melanjutkan pembelajaran dan home schooling menjadi tren.
Di sisi lain, virus korona kini memaksa sejumlah konsumen di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia, beradaptasi dengan gaya hidup baru, yang dikenal dengan istilah The New Normal. Kebijakan social distancing dan karantina mandiri membuat masyarakat membiasakan diri dengan rutinitas yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Perusahaan Analisis Data & AI ADA menganalisis lebih dari 400 ribu aplikasi di Asia dan satu juta situs dikunjungi masyarakat selama pandemi berlangsung. Dari hal tersebut terjadi perubahan drastis pada rutinitas harian masyarakat menghasilkan perilaku konsumen baru yang disebut sebagai crisis persona.
Berdasarkan data dari ADA, pada akhir Februari 2020 hingga minggu ketiga Maret, aktivitas di kawasan pusat bisnis Jakarta mengalami penurunan 53 persen. Masyarakat mulai beralih berbelanja dan melakukan aktivitas secara online.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H