Tak mudah mengganti hati dari benci menjadi cinta, apalagi dari korban penculikan. Dari bencijadi bersimpati.
[caption id="attachment_340642" align="alignnone" width="540" caption="haryanto, pius,desmon dan aan / merdeka.com"][/caption]
Seorang aktivis kiri bernama Aan Rusdianto dulu menjadi korban penculikan kini bergabung dengan sang penculik dalam partai Gerindra. Mungkin terdengar aneh, tapi ia merasa Prabowo Subianto kini merepresentasikan garis yang ia perjuangkan sejak dulu.
**
15 tahun silam, Aan Rusdianto dijemput orang tak dikenal, dibawa dengan mata tertutup ke sebuah tempat. Diinterogasi tentang pandangan politik dan kawan-kawannya sesama aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD).
Sebenarnya Aan adalah aktivis Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), organisasi sayap PRD. Di mata awam, SMID sama saja dengan PRD.
Lima belas tahun kemudian, Aan mengambil keputusan mengejutkan. Ia memilih bergabung dalam barisan Prabowo Subianto, orang yang bertanggungjawab atas penculikan terhadap dirinya. Sebelum Aan, ada Haryanto Taslam, Desmond Juanidi Mahesa dan Pius Lustrilanang yang lebih dahulu bergabung dengan Gerindra.
Berikut wawancara sebuah media Jerman dengan Aan Rusdianto setahun lalu.
Media : Kenapa bergabung ke Gerindra?
Aan Rusdianto: Karena ada teman-teman di sana. Terus sekitar empat tahun lalu tertarik pada materi-materi yang disampaikan Prabowo Subianto saat kampanye dengan Megawati. Saat itu, dia menyampaikan banyak hal yang secara tematik berdekatan dengan program-program yang menjadi perjuangan kita dulu. Gagasan-gagasan tentang kemandirian bangsa, model pembangunan ekonomi di mana kita tidak bisa lagi menerima ide trickle down effect, juga soal anti neoliberalisme.
Media: Jadi anda melihat ada kesamaan dalam soal sentralisme demokrasi ketika anda dulu di PRD dengan yang anda lihat di Gerindra hari ini?
Aan Rusdianto: Saya setuju bahwa dalam menjalankan sistem politik saat ini tidak bisa terlalu liberal. Bahwa ada demokrasi itu penting, tetapi tidak lantas menjadi liberal. Dan kepemimpinan tegas itu penting, tapi juga bukan berarti tidak ada mekanisme untuk mengkritik.
Aan kini menjadi pengurus Gerindra yang menangani isu pedesaan. Ia mengaku sudah bergeser dari kiri ke spektrum politik tengah. “Saya sekarang dalam posisi menerima Pancasila dan UUD...“
“Saya harus berdamai dengan masa lalu. Itu pilihan yang berat dan susah bung…“ kata Aan sambil menceritakan pengalamannya bertemu secara langsung dengan Prabowo Subianto.
Media: Kapan anda pertama kali bertemu Prabowo secara langsung?
Aan Rusdianto: Sekitar dua tahun lalu dalam acara Gerindra. Saat itu saya diperkenalkan secara langsung. Ya sekilas saja… saat itu saya diperkenalkan oleh teman. Ya… saya kan nggak terlalu diingat sama dia (Prabowo-red) …beda dengan (korban penculikan-red) yang lain…saya kan bukan tokoh populer… dia diberitahu teman saya… ini Aan Rusdianto, mantan korban penculikan …dia cuma melihat teman saya dan oh ya ya ya… kira-kira begitu saja sih…
Media: Sebagai korban penculikan bagaimana perasaan anda?
Aan Rusdianto: Secara psikologis saya bisa memahami… itu apa…bahwa ia sebagai pelaku penculikan. Tapi satu sisi itu oke pernah terjadi pada masa lalu saya, saya taka apa-apa. . Saya berkompromi dengan masa lalu…
**
dicuplik dari DW Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H