Gen Z atau yang juga dikenal dengan zoomer adalah orang-orang yang lahir di tahun 1997 sampai 2012. Generasi ini menurut Sakitri, diantaranya ialah diidentifikasi sebagai "The Communaholic" atau yang tergabung dan tertarik dalam komunitas yang memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk memperluas manfaat yg ingin mereka bagikan. Selain itu juga generasi ini dikenal dengan "The Dialoguer", yang percaya akan pentingnya komunikasi dalam menyelesaikan konflik dan perubahan yang datang melalui dialog yang ada.
Namun penggunaan teknologi yang intensif juga membawa konsekuensi tersendiri. Data menunjukkan bahwa Generasi Z menghabiskan bahwa Generasi Z menghabiskan banyak waktu di perangkat digital, terutama smartphone dan media sosial. Bahkan, penggunaan ponsel mereka di Indonesia menempati Tingkat tertinggi, fenomena ini telah membawa dampak yang signifikan termasuk kurangnya interaksi sosial di dunia nyata, peningkatan risiko kecanduan internet, gangguan kualitas tidur dan bahkan peningkatan perilaku negatif seperti cyberbullying dan eksposur terhadap konten negatif. Menurut penelitian , 33% Gen Z menghabiskan lebih dari 6 jam sehari dalam menggunakan ponsel dan jauh lebih sering menggunakan media sosial dibandingkan dengan generasi pendahulunya. Bahkan, survei tersebut memaparkan bahwa Gen Z di Indonesia menduduki peringkat tertinggi dalam penggunaan ponsel, yakni 8,5 jam setiap harinya.
Sebuah penelitian oleh (Zis et al., 2021) di Kecamatan Kuranji, Padang, Sumatera Barat menemukan bahwa Generasi Z di daerah tersebut menunjukkan empat perilaku komunikasi utama yang terbentuk akibat penggunaan gawai: dari aktif menjadi pasif, berkurangnya komunikasi tatap muka, tidak fokus dalam berkomunikasi, dan perilaku komunikasi daring. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi Alfred Schutz dengan paradigma konstruktivisme, yang menekankan pada pengalaman subjektif individu dalam berkomunikasi.
Survei yang dilakukan (Zis et al., 2021) menunjukkan perilaku interaktif milenial dan generasi Z sebelum menggunakan gawai berubah menjadi pasif setelah terlibat dengan teknologi tersebut, mengakibatkan kurangnya komunikasi efektif. Dampak era digital telah mengurangi frekuensi komunikasi tatap muka di antara mereka. Kesibukan dalam dunia digital membuat milenial dan generasi Z kesulitan dalam berkomunikasi, mengakibatkan kurangnya fokus saat berinteraksi. Komunikasi online juga cenderung tidak jujur, karena hanya melibatkan interaksi melalui media sosial, menyebabkan potensi konflik yang tinggi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari artikel yang diterbitkan oleh Talent Management berbagai studi menunjukkan pola penggunaan media sosial yang dominan di kalangan Generasi Z, yang membuat perilaku generasi z dalam dunia kerja memiliki perbedaan signifikan terhadap generasi lainnya.
Dengan peningkatan signifikan dalam penggunaan platform seperti Instagram, TikTok, dan Snapchat. Grafik ini juga menunjukkan preferensi mereka terhadap komunikasi visual dan video dibandingkan dengan teks.
Perilaku Generasi Z di Lingkungan Kerja
1. Â Â Â Â Mencintai Kebebasan Sosial
Karakteristik generasi Z sangat terkait dengan keinginan akan kebebasan dan keterlibatan dalam kegiatan sosial. Mereka menginginkan kebebasan dari keterbatasan perusahaan agar bisa tetap aktif dalam kegiatan sosial. Generasi Z juga memiliki minat terhadap aspek sosial dalam perusahaan tempat mereka bekerja.
Menurut sage.com, sebanyak 60% generasi Z ingin berkontribusi pada dunia, sehingga tidak mengherankan bahwa mereka cenderung mencari kebebasan dan memiliki semangat sosial yang tinggi. Oleh karena itu, perusahaan dapat menciptakan lingkungan yang menyenangkan dengan memberikan kebebasan berekspresi dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial.
2. Â Â Â Â Berminat dalam Pengembangan Karir