Indonesia masih memiliki angka prevalensi stunting cukup tinggi, yaitu 24,4 persen dan masih di atas angka standar yang ditoleransi WHO, yaitu di bawah 20 persen. Dari data BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), stunting di Barito Kuala mengalami tren penurunan. Tahun 2020 kasus stunting 16,86 persen dengan target nasional 24,1 persen, tahun 2021 turun ke 14,26 persen dengan target nasional 21,1 persen, dan pada tahun 2022 menjadi 12,56 persen sedang target nasional 18,4 persen.
Stunting adalah gangguan tumbuh kembang anak yang terjadi karena kekurangan gizi, penyakit menular atau stimulasi yang tidak memadai (WHO, 2015). Stunting digambarkan sebagai suatu kondisi dimana balita berada di bawah rata-rata usia teman sebayanya dan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, berpotensi memperlambat perkembangan otak. penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes, bahkan obesitas.
Upaya dalam pencegahan stunting pada bayi dan balita sudah dapat dilaksanakan sejak masa kehamilan. Prinsipnya adalah peningkatan asupan gizi pada ibu hamil dengan memastikan selama kehamilan dapat mengkonsumsi makanan yang berkualitas. Asupan yang mengandung asam folat dan zat besi merupakan kombinasi nutrisi yang sangat penting bagi ibu hamil. Kekurangan gizi pada anak usia dini dapat mengganggu tumbuh kembang anak, kemampuan intelektual rendah, meningkatkan kematian bayi dan anak, saat dewasa berpotensi terjadi gangguan metabolisme, sehingga gangguan pertumbuhan ini harus segera ditangani dengan tepat.
Stunting disebabkan oleh banyak faktor, dimana diantaranya adalah kekurangan asupan makanan bergizi. Hal ini dapat menimbulkan dampak pada tingkat kecerdasan anak, rentan terhadap penyakit, menurunnya produktivitas, serta dapat menghambat pertumbuhan ekonomi (Kemenkes RI, 2018). Anak usia 3-5 tahun adalah masa untuk memperkenalkan dan mendorong anak untuk mengkonsumsi beragam makanan bergizi. Usia 3-5 tahun masa dimana anak sering menolak makan dan hanya menkonsumsi makanan yang disukai sehingga perlu diperkenalkan kepada mereka beranekaragam makanan sehat. Oleh sebab itu perlu diperkenalkan kualitas menu yang baik. Semakin baik kualitas makanan yang diberikan maka pertumbuhan dan perkembangan anak akan semakin baik.
Untuk mencegah stunting, Â juga bisa menggunakan tanaman kelor , Daun kelor mengandung karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin C, zat besi, kalsium dan kalium, Â Kandungan gizi lengkap daun kelor dapat dijadikan sebagai alternatif sumber gizi lengkap dan dapat digunakan oleh ibu hamil serta dapat ditambahkan pada pengolahan makanan bayi.
Dalam upaya pencegahan stunting juga bisa dengan memanfaatkan tanaman lokal salah satunya tanaman kelor yang sangat banyak manfaatnya yang  dibilang dengan super food. daun kelor yang selama ini belum banyak diketahui manfaatnya oleh masyarakat padahal daun kelor kaya akan karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin C, zat besi, kalsium dan kalium. Kandungan nutrisi yang lengkap pada daun kelor tersebut dapat dijadikan sebagai alternatif sumber nutrisi lengkap yang dapat ditambahkan dalam pengolahan makanan bagi ibu hamil, dan anak dalam masa pertumbuhan.
Pelaksanaan kegiatan Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Banjarmasin ini dilakukan pada tanggal 16 agustus 2022. Kegiatan acara ini berupa demonstrasi Bersama ibu-ibu di Desa Rangga surya dengan tema "Membuat Makanan Sehat dengan memanfaatkan Tanaman Lokal". Kegiatan Pengabdian Masyarakat ini bertujuan untuk memberikan edukasi gizi berupa demonstrasi makanan selingan yang kaya akan protein sebagai upaya  dalam menanggulangi masalah stunting di Desa Rangga Surya.
Dalam rangkaian acara yang pertama adalah membagikan brosur kepada para ibu-ibu yang hadir, lalu ada sedikit penyampaian tentang edukasi mengenai stunting, kemudian dilanjutkan dengan acara demonstrasi pertama yaitu pembuatan sirup katuk, lalu dilanjutkan dengan  demonstrasi kedua yaitu pembuatan kripik kelakai, dan yang terakhir adalah pembuatan nugget tahu kelor.
Berikut adalah resep dari nugget tahu kelor: