Mohon tunggu...
si qoqon
si qoqon Mohon Tunggu... -

pengembara yang tak bisa berhenti belajar. pernah tinggal di jabodetabek dan dipanggil si qoqon. masa itu banyak mengenal berbagai manusia dari seluruh indonesia. masa kini sesekali bercuit di @siqoqon :)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Maukah Kita Terus Ditipu oleh Facebook?

10 Maret 2018   08:11 Diperbarui: 10 Maret 2018   09:11 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kampanye politik lewat media sosial bukanlah hal langka. Pada saat pemilihan presiden di Indonesia tahun 2014 pun kita sudah melakukannya. Baik pihak Prabowo maupun Jokowi, masing-masing punya tim kampanye digital. Bahkan,orang Indonesia yang menjadi konsultan kampanye digital Jokowi pun sebelumnya menjadi konsultan kampanye digital Obama sejak 2008. Untuk keperluan kampanye, ratusan ribu akun palsu media sosial diproduksi untuk menyebarkan materi kampanye. Walaupun menggunakan akun palsu, materi kampanye biasanya berisi propaganda belaka. Baru sejak pemilu 2014 kita lihat makin marak beredarnya berita palsu dan fitnah (black campaign).

Mark Zuckerberg, sang pendiri Facebook, sampai sekarang jadi bulan-bulanan media Amerika Serikat (AS) karena dianggap membiarkan presiden Trump terpilih, padahal bukan keinginan sebagian besar warganya. Pada saat Trump baru terpilih tahun 2016, Zuckerberg menganggap tidak mungkin Facebook menjadi penyebab terpilihnya Trump. Dia seakan-akan tidak peduli dengan keberadaan berita-berita palsu tentang Clinton yang dilancarkan oleh pihak Trump. Menurutnya, kedua pihak kandidat presiden, baik pendukung Clinton maupun Trump, sama-sama menerima berita palsu di news feed masing-masing. 

Kenapa bisa begitu banyak warga tertarik mencoblos Trump? Ternyata karena memang tim kampanye Clinton lebih banyak menggunakan media TV (biaya lebih besar), sedangkan tim kampanye Trump lebih banyak menggunakan media sosial. Berita tahun lalu maupun tahun ini membeberkan kecanggihan layanan kampanye politik dari Facebook. Karena data pemilih terdaftar merupakan data publik yang bisa diakses siapapun, tim kampanye digital bisa mentargetkan materi kampanye khusus bagi warga di daerah tertentu. 

Lalu, apa yang membuat kampanye masa Clinton-Trump berbeda dari pemilu-pemilu sebelumnya? Pertengahan tahun 2017, media-media besar AS sepertiCNN danNewsweek memberitakan tentang kemungkinan Rusia membuat kampanye yang mendukung Trump dan menyebarkannya lewat Facebook. Ini penemuan yang mengejutkan bagi staf kampanye digital Trump, yang bekerja sama dengan Facebook begitu dekat. Mereka menganggap Facebook bekerja sama dengan Rusia tanpa sepengetahuan mereka.Berbagai spekulasi dibahas oleh media-media tersebut. Siapa yang menyebarkan materi kampanye Trump ke pihak ketiga? Apakah Trump bekerja sama dengan Rusia untuk keperluan kemenangan dirinya dalam pemilihan presiden? Apakah justru Facebook ada kerja sama khusus dengan pihak Rusia? 

Tekanan dari khalayak ramai ini mendorong Facebook untuk melakukan investigasi. Hasilnya, ditemukan 3000 pesan kampanye dari sebuah badan penelitian abal-abal yang sebetulnya merupakan peternak akun palsu dari Rusia. Selain itu, ada 2200 pesan yang bukan terkait kampanye presiden melainkan isu-isu sosial yang bisa memecah-belah, seperti isu ras kulit hitam, LGBT, imigran gelap, dan regulasi senjata api. Karena sebelumnya Facebook sudah menutup akun-akun penyebar berita palsu, maka akun-akun pemecah-belah ini juga kemudian ditutup.

Beberapa bulan kemudian, Facebook mengumumkan akan membeberkan profil atau page mana saja yang merupakan hasil produksi badan penelitian palsu itu. Pengguna Facebook yang mengikuti atau menyukai page seperti Being Patriotic, Blacktivist, Secure Borders, dll akan mendapatkan notifikasi jika memang berasal dari badan penelitian palsu tersebut. Diperkirakan ada 150 juta warga Amerika terpapar tayangan "made in Russia" tersebut, sehingga notifikasi dari Facebook bisa membantu mereka untuk menyadari kekhilafan mengikuti akun-akun palsu. 

Zuckerberg menyesal karena sudah keburu meremehkan bahwa kemungkinan Facebook berperan dalam mendukung terpilihnya Trump adalah ketakutan belaka. Dia menyesal karena 100 ribu dolar total pemasukan iklan yang dibayar oleh akun-akun dari Rusia tersebut adalah untuk keperluan menyebarkan pesan-pesan yang memecah-belah masyarakat AS secara politik maupun sosial. Facebook akan menyampaikan 3000 pesan tersebut kepada pemerintah AS untuk diteliti. 

Akun-akun dari Rusia yang membeli lapak iklan ini juga mengobok-obok isu-isu internasional seperti propaganda bahwa orang-orang Rohingya adalah kelompok berbahaya yang perlu dibasmi. Betapa mudahnya menyebarkan pesan kebencian lewat Facebook, dengan mentransfer sejumlah uang dan beberapa klik untuk mentargetkan orang-orang yang sensitif terhadap pesan-pesan kebencian (misalnya pesan kebencian terhadap A disebarkan ke orang-orang yang menyukai page tentang A). Facebook dianggap tidak bertanggung jawab karena menikmati pemasukan iklan dari pesan-pesan pemecah-belah tersebut.

Oleh karena itu, awal tahun 2018 ini Facebook mengumumkan akan mengubah cara menampilkan isi news feed. Kita akan lebih banyak ditunjukkan posting dari teman kita, bukannya dari page. Juga akan lebih banyak tulisan-tulisan asli kontak kita, bukannya tautan-tautan berita dari berbagai media. Tujuannya supaya ketika kita buka Facebook, yang dilihat adalah apa kata teman dibanding apa kata media, sehingga hubungan dengan teman jadi lebih dekat bukannya terpecah.

Akankah kita masih terus menggunakan Facebook untuk memecah-belah, bukannya untuk menjalin silaturahmi? Akankah kita masih membiarkan akun-akun yang tidak jelas juntrungannya menipu kita bukannya mengedukasi? Walaupun Facebook sudah berjanji akan mempererat silaturahmi bukannya memecah-belah, kita tetap perlu mempersiapkan diri kita menghadapi kemungkinan keramaian media sosial di pemilu tahun depan. 

Belajar dari kasus AS, bukannya mungkin ada peternak akun palsu yang dengan sengaja membuat pesan-pesan yang memecah-belah masyarakat Indonesia? Bukannya mungkin ada pihak asing yang ingin membuat masyarakat Indonesia jadi lemah, dengan menggelontorkan dana puluhan ribu dolar untuk membeli lapak iklan di Facebook?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun