Mohon tunggu...
Qoqod Zein
Qoqod Zein Mohon Tunggu... -

Pekerja sosial

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Lahan tambak itu berubah menjadi wisata mangrove (Brebes)

18 Januari 2017   21:25 Diperbarui: 20 Januari 2017   18:43 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guysss

Jujur saja, saya bukan blogger sejati layaknya teman-teman yang cukup produktif dalam menoreh pena, eh hari gini udah ga cocok kali ya menoreh pena, maksudnya mengetik dan merangkai kata. Saya juga paling malas nulis-nulis pengalaman perjalan dan diunggah ke internet.

Tapi perjalanan yang terakhir saya lakukan, yakni BREBES salah satu Kabupaten di Jawa Tengah, i think i must write something for better awareness to disaster prevention. 

Singkat cerita kami para blogger berangkat atas undangan salah seorang teman yang semangat banget menggarap sektor pariwisata di Indonesia. Ber 14 orang kami berangkat naik Kereta Api menuju Cirebon, cuma mampir doang, lanjut lagi ke Brebes. Hampir sejuta umat di Indonesia ini, kalau mendengar kata Brebes, secara spontan langsung terfikir tentang telor asin dan bawang merah, dua komoditi ini paling populer dikalangan masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa, dan hanya Brebes yang punya dua komoditi ini yesssss!!!

Tapi dalam tulisan ini, saya sama sekali tidak menulis tentang bawang merah dan telur asin, melainkan salah satu perkampungan wisata mandiri yang menuai tuah setelah musibah, nama desa tersebut adalah Kaliwlingi, jika kita melihat dalam peta, Kaliwlingi ke arah utara Pulau Jawa, berjarak 14 KM dan hanya butuh waktu 40 menit saja dari pusat kota Brebes.

Menuju Desa Kaliwlingi gampang-gampang susah. Gampang karena sekarang jaman teknologi canggih, tinggal pakai aplikasi map yang ada hp masing-masing, tinggal ikuti arahnya. Nah yang apes itu kalau pas quota internet habis, tapi bukankah kita punya GPS manual, tinggal tanya orang-orang di pinggir jalan, belok kanan, belok kiri, kanan lagi, kiri lagi,,semoga ketemu deh..

Susah karena akses kesana sepertinya tidak ada kendaraan umum/angkot seperti di kota-kota lainya yang bertebaran dan mudah banget dijumpai disetiap sudut dan gang-gang sempit. (Apa kabar Bogor?? Kota seribu angkot??)

Jadi singkat cerita, jika kalian mau ke desa ini, kudu pakai mobil sendiri, boleh juga sih pakai mobil orang (carteran maksudnya, yang jangan mobil curian yesss) dan gunakan aplikasi map, mudah-mudahan dapat dan nga nyasar deh!!

Lantas ada apa di Desa Kaliwlingi ini? ada mangrove tentunya, kalau di kampung saya di Aceh, mungkin lebih dikenal dengan Bakau. Yang menarik dari desa ini adalah tanaman mangrove yang tiba-tiba tenar dan banyak dikenal orang.

Pada dasarnya mangrove atau tanaman bakau disetiap tempat ya sama aja, vegetasi ini memang ditanam di kawasan pinggiran laut agar terlindung dari ancaman abrasi, erosi, dan berperan menstabilkan daerah pesisir. Mangrove sari memang sangat lebat, kami tiba dilokasi ini mendekati maghrib dan suasana akan segera gelap, kalau sendiri atau cuma berdua mungkin saya memilih untuk kembali ke darat.

Oh ya untuk mencapai lokasi mangrove ini kita harus menggunakan boat bermuatan 10 orang dan setiap calon penumpang dikenakan biaya akan 15 ribu. Selama mengarungi perairan keruh kedalaman 1 meter tersebut, Mas Bangkit (guide mangrove sari) terus menjelaskan sejarah dan liku-liku mangrove.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun