Kurikulum 2013 (K-13) adalah kurikulum yang berlaku dalam Sistem Pendidikan Indonesia. Kurikulum ini merupakan kurikulum tetap diterapkan oleh pemerintah untuk menggantikan Kurikulum-2006 (yang sering disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang telah berlaku selama kurang lebih 6 tahun. Kurikulum 2013 masuk dalam masa percobaanya pada tahun 2013 dengan menjadikan beberapa sekolah menjadi sekolah rintisan.
Kurikulum 2013 memiliki empat aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, aspek sikap, dan perilaku. Di dalam Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKn, dsb., sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika. Begitulah yang dituangkan dalam Wikipedia,
Dalam prosesnya mengalami lika liku kehidupan, banyak kendala-kendala yang dialami oleh pelaku pendidikan dalam menjalankan Kurikulum yang baru digunakan ini, mulai dari bentuk pengajarannya, system evaluasi, Â system administrasi sampai system tata cara penilaian yang membingungkan sebagian guru apalagi bagi guri-guru yang sudah berumur.
Pemerintah dalam hal ini pun tak tinggal diam, banyak usaha-usaha yang dilakukan mulai dari pembinaan guru dan staf pendukung lainnya, bimbingan teknis yang menghabiskan banyak anggaran, sampai yang terhangat kemarin dirjen GTK melaksanakan Bimbinngan teknis bagi Guru dan Kepala Sekolah di seluruh Sekolah Sasaran di Indonesia dalam Usahanya memaksimalkan Program Kurikulum Nasional tersebut. Dan saya kira masing-masing pelaku dalam pemaksimalan pelaksanaan Kurikulum ini sudah bekerja bagus, jika ada kesullitan itu mungkin hal adaptasi dan waktu untuk menerima hal yang baru dalam kehidupan pembelajaran anak-anak peserta didik.
Bulan Juni adalah bulan dimana paling sibuk-sibuknya toko Printer melayani customernya, dimana kebanyakan ini adalah para guru dan staf-staf pengajar yang ramai mencari Printer  yang sesuai dengan kebutuhannya. Bagaimana tidak? Jika dalam kurikulum dahulu Pelaporan Hasil belajar adalah pada sebuah buku yang cukup diisi manual oleh masing-masing guru, sekarang harus diPrintOut dalam suatu kertas tertentu, dan jika minimal masing-masing siswa minimal empat lembar kali jumlah siswa, tentu kebutuhan printer yang harus dimaksimalkan.Â
Selain dari hal tersebut Pelaporan Hasil Belajar Siswa tidak berhenti disitu, Nilai-nilai yang sudah jadi tersebut harus diOnlinekan, jika sekolah tersebut dibawah naungan kementerian Agama sistem pelaporan Online Aplikasi raport Digital (ARD) sudah menunggu guru-guru untuk melaporkan hasil belajar siswa-siswanya tersebut, jika dibawah naungan Dinas Dispora melalui Aplikasi Data Pokok Pendidik (Dapodik) nilai-nilai siswa nya harus diunggah dan didkirim kepada server pusat.
Dibalik Nilai-nilai akhir yang telah jadi tersebut tentu ada keseruan yang terjadi dibalik keistimewaan system pelaporan nilai tersebut yang kebanyakan dikeluhkan oleh guru-guru yang mengalaminya, sedikit curahan hati dari guru SD Negeri mengatakan banyak sekali nilai-nilai yang harus dicantumkan dan diolah dalam kurikulum ini dari nilai keseharian nilai tengah semester, sampai nilai Semester Akhir, Nilai harian ynag mencakup beberapa aspek juga harus dimasukkan, belum lagi dikalikan pada setiap Kompetensi Dasar.Â
Jika nilai-nilai tersebut harus dipenuhi bisa jadi dalam seharinya guru harus mengolah nilai dan kurang maksimal dalam memperhatikan siswa, apalagi setiap kelompok pasti ada siswa yang kurang dam berbeda-beda dalam menangkap pelajaran dan harus diberikan perhatian sendiri, jika guru harus memaksimalkan pengolahan nilai tersebut bisa jadi siswa kurang begitu diperhatikan.  Begitulah kira-kira keluhan yang diungkapkan salah satu pelaku pendidikan, kalau sudah begitu tetap saja  siswa yang tetap harus menjadi prioritas utama, tapi dalam sudut lain system penilaian harus tetap dijalankan bagaimanapun caranya, kata guru  saya guru iku dalang , lan dalang iku ga oleh kelangan lakon :D :D
Bagi seorang guru nilai adalah ungkapan dari hasil belajar anak, dari hal tersebut banyak kesulitan dan harus dilalui dalam tahapan ini, dari kurikulum yang dulu yang bentuk penilaiannya sederhana saja banyak kelucuan-kelucuan yang terjadi dari ketidak lengkapan instrument evaluasi, sampai ada jargon Ngaji dikalangan pendidik. jika dilihat dari bernacam-macam bentuk penilaian dalam kurikulum 2013 ini ternyata banyak juga kendala yang terjadi dari mulai kompetensi dasar dan sub tema pada masing-masing Tema yang harus disesuaikan dengan peraturan pemerintah, lebih lagi dari aplikasi pelaporan beserta ke-erorannya, ketidak mampuan server online dalam menampung nilai-nilai yang harus diinputkan.Â
Hal-hal demikian memaksa seorang guru atau pengolah nilai menjadi mencari usaha bagaimana caranya dalam mengatasi kesulitan tersebut, sehingga kemungkinan besar spekulasi-spekulasi dalam penginputan nilai dapat dilakukan, apalagi jika guru yang bersangkutan memasrahkan kepada seseorang tentu yang dipsrahkan hanya berfokus pada hasil akhirnya saja. Sehingga dari hal-hal tersebut memungkinkan pewarisannya tradisi Ngaji dalam kurikulum sebelumnya terjadi juga dalam kurikulum 13 ini. Tentu tidak setiap guru melakukan hal ini, hanya sebagian kecil saja kemungkinan ini terjadi. Banyak juga guru yang secara baik mengolah system evaluasi ini.
Pendidikan sebagai bentuk usaha pencersan bangsa tentunya harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, pada setiap Pelaksanaan, system evaluasi sampai pada Pelaporan hasil belajarnya. Keseruan-keseruan dalam pengolahan hasil belajar merupakan sebuah keseruan dan harus dinikmati dalam setiap kolom-kolom nilai yang harus diisi, bagaimanapun nilai adalah gambaran umum dari proses pembelajaran sekaligus hasil dari belajar anak selama ia did didik, bukan hanya sekedar di ajar.