Mawar terbangun dengan terkejut. Jam menunjukkan pukul 7 pagi, dan dengan panik, ia segera bersiap ke sekolah. Dalam perjalanan, ia menabrak seorang gadis kecil dengan kulit bening, rambut hitam, dan mata merah indah, mengenakan gaun ungu. Mawar meminta maaf dan membantunya, kemudian melanjutkan larinya, tetapi rasa cemas mengganggunya.
Saat jam istirahat di sekolah, Mawar tertidur dan terbangun lagi di kamarnya, sama seperti sebelumnya. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa semua yang ia alami adalah mimpi, namun ketika gadis kecil itu muncul kembali di depan rumahnya, Mawar mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres. Kali ini, gadis itu mengajaknya bermain, namun Mawar menolak karena harus berangkat ke sekolah.
Ketika Mawar tertidur lagi di sekolah, ia kembali terbangun di kamarnya. Gadis kecil itu sudah menunggunya di depan rumah, dan Mawar menyadari bahwa siklus ini terus berulang. Akhirnya, Mawar setuju untuk bermain dengan gadis kecil itu, merasa ini mungkin satu-satunya cara untuk keluar dari mimpi ini. Mereka bermain di taman, dan sesaat kemudian gadis kecil itu menatap Mawar dengan mata penuh keingintahuan, “Kenapa kakak menerima ajakanku?”
Mawar terdiam. Ia ingin mengatakan yang sebenarnya, bahwa ia hanya ingin keluar dari mimpi ini. Gadis kecil itu kemudian melanjutkan, “kakak tau tidak, aku itu kesepian, tidak ada yang mau menjadi teman bermainku, aku sangat sedih karena tidak ada yang mau menjadi teman bermainku, tapi kakak menerimanya dan aku sangat senang, tetapi kesenengan itu hanyalah palsu, karena kakak ingin bermain denganku karena ingin cepat cepat keluar dari mimpi ini." Ucapannya diiringi air mata.
Mawar merasa bersalah. Ia memeluk gadis kecil itu dan berkata lembut, “cup cup cup jangan sedih yah, kakak ada disini akan menemani kamu bermain.” Sambil tersenyum. Gadis itu tersenyum kecil, lalu mereka melanjutkan bermain. Seiring berjalannya waktu, Mawar merasakan dunia di sekitarnya mulai memudar. Gadis kecil itu menatapnya untuk terakhir kali, “Terima kasih banyak kak, sudah menemaniku,” ucapnya dengan senyum yang tulus. Mawar menatap gadis kecil itu dengan mata berkaca-kaca sambil tersenyum.
Saat segalanya menghilang, Mawar terbangun di kamarnya, tapi kali ini terasa berbeda. Dia meneteskan air mata, bukan karena mimpi buruk, tetapi karena perasaan sedih yang mendalam. Gadis kecil itu telah hilang, tetapi kenangan akan senyumnya tetap terpatri dalam hati Mawar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H