Hujan deras di November tiba,
mengetuk tanah dan hati,
seperti jejak langkah yang perlahan pergi,
membawa sisa kenangan dalam tiap tetesnya.
Di ujung malam yang basah,
kuingat senyummu di bawah langit kelabu,
ketika detak waktu berjalan pelan,
dan setiap detik terbungkus doa tanpa suara.
Kau berbaring dalam diam,
meniti batas antara harap dan pamit,
sementara hujan menyelubungi kita,
dengan sayap lembut yang tak pernah lelah.
Sampai akhirnya Desember menyambut,
kau pergi bersama aroma hujan terakhir,
meninggalkan kisah di halaman hati,
yang terus tumbuh dalam keheningan ini.
Note: Puisi ini  kupersembahkan untuk anakku Zulfikar, yang 4 tahun lalu meninggal dunia setelah kanker menderanya setahun terakhir. Anakku yang hebat dan kuat sampai akhir. Yang saat ini gembira bermain bersama malaikat dalam keadaan sehat dan bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H