Mohon tunggu...
qoem ahmad
qoem ahmad Mohon Tunggu... Foto/Videografer - amatir documentary

Pembelajar, pembaca dan pendengar yang baik; Lagi belajar nulis, terimakasih jika berkenan memberi masukan dan kritik agar bisa lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Jejak Fufufafa: Misoginis, Rasis dan Hermenetika Politik

11 September 2024   19:49 Diperbarui: 11 September 2024   19:51 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Penghapusan jejak digital akun Fufufafa yang diduga terkait dengan Gibran Rakabuming Raka memunculkan berbagai spekulasi menjelang pelantikannya sebagai Wakil Presiden. Fenomena ini menarik perhatian publik karena timbul saat-saat krusial di mana integritas Gibran dipertaruhkan. Mengapa hal ini dibongkar sekarang? Apakah ini bagian dari strategi intelejen yang dirancang untuk menghalangi karier politiknya?

Sejumlah pertanyaan muncul terkait momen penghapusan ini. Secara politis, narasi akun Fufufafa bisa dianggap sebagai alat yang digunakan untuk menciptakan isu etika dan moral yang lebih dalam bagi Gibran. Jika benar akun tersebut dimiliki oleh Gibran, penghapusan jejak ini dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif pada reputasinya, terutama menjelang pelantikan. Namun, hal ini justru memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan.

Akun Fufufafa, yang diisi dengan konten bersifat misoginis dan rasis, dianggap melecehkan figur perempuan dan publik tokoh-tokoh besar seperti Rachel Maryam, Pevita Pearce, dan bahkan mantan Ibu Negara Ani Yudhoyono. Dalam konteks sosial-politik, tindakan seperti ini menunjukkan kurangnya etika dan penghormatan terhadap perempuan, yang seharusnya dijunjung tinggi oleh seorang calon pemimpin negara. Secara budaya, penghinaan terhadap perempuan juga menjadi simbol rasisme struktural yang masih ada dalam sistem politik kita. Isu ini penting karena publik menuntut pemimpin yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga beretika tinggi.

Selain itu, dari perspektif hermeneutik politik, pengungkapan akun ini dapat dilihat sebagai upaya untuk merusak hubungan antara Prabowo dan Gibran. Adanya konflik tersembunyi dalam hubungan pasangan calon ini dapat dimanfaatkan oleh aktor-aktor politik tertentu yang menginginkan perpecahan di antara mereka. Situasi ini membuka ruang bagi spekulasi mengenai stabilitas hubungan politik Prabowo-Gibran yang sedang dibangun.

Dari sudut pandang feminisme etika, penghinaan terhadap perempuan menunjukkan kelemahan karakter calon pemimpin. Seorang pemimpin seharusnya memiliki kepekaan yang kuat terhadap isu gender dan sosial yang berhubungan dengan subordinasi perempuan. Kontroversi ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan etika dan sikap psikologis yang mungkin menghalangi Gibran untuk berfungsi optimal sebagai pemimpin.

Dalam konteks yang lebih luas, pertanyaan yang masih mengemuka adalah: siapa yang membongkar isu ini, dan untuk kepentingan apa? Apakah ada aktor politik lain yang ingin memisahkan Prabowo-Gibran dengan cara memanfaatkan isu ini, ataukah ini justru bagian dari dinamika politik internal keluarga Jokowi? Analisis politik ini menunjukkan bahwa pengaruh besar bisa dimainkan oleh aktor-aktor di belakang layar dalam memanipulasi persepsi publik terhadap para calon pemimpin.

Pada akhirnya, isu ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran etika dan moral dalam politik. Pemimpin yang sehat secara psikologis, beretika tinggi, dan menghormati gender serta kearifan lokal akan lebih mampu memimpin bangsa dengan bijak. Kasus Fufufafa mengingatkan kita bahwa setiap tindakan, bahkan yang ada di dunia maya, akan memiliki konsekuensi politis yang nyata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun