Siapa tak kenal Khalid bin Walid. Ahli siasat perang yang memukul pasukan kaum Muslimin di bukit uhud. Muslimnya Khalid membuat petinggi-petinggi Quraisy gemetar, terbayang dibenak mereka penaklukan-penaklukan yang akan dilakukan kaum Muslimin bersama Khalid. Khalid bukan sosok Superhero, namun dialah sosok pelengkap. Didalam tubuh kaum muslimin banyak jago-jago pedang pemberani, sebut saja Zaid bin Haritsah, ja'far bin Abi Thalib, Abdullah bin Rawahah, Abu Ubaidah, Qo'qo bin Amru At-tamimi, Dhirar bin Azwar, Syurahbil, dan masih banyak lagi. Kemampuan siasat perang Khalid bin Walid melengkapi kekuatan tempur kaum muslimin.
 Proses Khalid Menjadi Panglima Kaum MusliminÂ
Setelah mengucap syahadat, kepiawaian Khalid tidak membuat Rasulullah SAW serta merta mengangkatnya menjadi pemimpin pasukan. Rasulullah SAW hanya menyertakan Khalid sebagai anggota pasukan biasa dalam perang Mu'tah. Khalid masih harus banyak belajar dengan komunitas barunya dan kaum muslimin pun harus mengenal dan yakin tentang loyalitas Khalid. Loyalitas Khalid diuji, dia disertakan sebagai anggota pasukan dalam perang Mu'tah. Sebuah "Mission Imposibble" bagi kaum muslimin yang berkekuatan 3000 personil berbasis sipil, harus menghadapi  200 ribu militer Byzantium dengan perlengkapan tempurnya yang lengkap. Mereka yang tak loyal izin kepada Rasulullah dengan berbagai alasan yang dibuat-buat agar tidak ikut dalam pertempuran itu. Hanya yang taat pada Allah dan RasulNya lah yang memiliki kesiapan mental untuk menjalankan misi itu, bertempur menghadapi pasukan Militer bersenjata lengkap dengan jumlah pasukan musuh yang hampir mencapai 70x lipat lebih banyak.Â
Bak sebuah brigade tempur berhadapan dengan 20 Divisi tempur berkekuatan penuh. Rasul telah memilih Zaid bin Haritsah sebagai Panglima Perang pembawa Panji Islam. Beliau pun menyiapkan 2 cadangan panglima  pengganti bila panglima gugur, yakni Ja'far bin Abi Thalib dan Abdullah ibnu Rawahah. Beliau tidak memilih Khalid sebagai pimpinan dalam perang itu, namun memberikan isyarat melalui sabdanya, "“Pasukan ini dipimpin oleh Zaid bin Haritsah, bila ia gugur komando dipegang oleh Jakfar bin Abu Thalib, bila gugur pula panji diambil oleh Abdullah bin Rawahah –saat itu beliau meneteskan air mata- selanjutnya bendera itu dipegang oleh seorang ‘pedang Allah’ dan Akhirnya Allah Subhânahu wata‘âlâ memberikan kemenangan. (HR. al-Bukhari). Saat itu, tak ada satupun kaum muslimin yang tahu, siapa sosok "pedang Allah" (saifullah) itu.Â
Karena tidak satupun kaum muslimin yang berharap ketiga panglima yang dipilih Rasulullah gugur dalam pertempuran. Seperti yang sudah dikisahkan bahwa akhirnya Khalid bin Walid lah yang menjadi sosok "Saifullah" itu. Khalid bin Walid dipilih Panglima Perang ditengah pertempuran dasyat, disaat 3000 pasukan muslimin terjepit didalam kepungan 200ribu pasukan byzantium. Kini kepiawaian Khalid diuji, kehilangan 3 panglima merupakan pukulan telak bagi kaum muslimin.Â
Mental dan moral kaum muslimin merosot tajam, hanya bermodal keimanan dan keyakinan akan janji Allah & RasulNya yang membuat kaum muslimin tak menyerah dan terus bertempur dan menahan gempuran musuh. Siasat Khalid yang berhasil meloloskan kaum muslimin dari kepungan musuh menjadi bukti bahwa dialah sosok "pedang Allah" yang disebutkan Rasulullah.Â
Kepiawaian Khalid diakui bukan hanya oleh kaum muslimin, namun juga menggetarkan panglima perang musuh di seantero negeri. Konon dari berbagai literatur disebutkan bahwa ketika sebuah pasukan harus berhadapan dengan kaum muslimin, panglima perang tidak bertanya berapa personil kekuatan pasukan muslim, namun selalu ditanya, siapa yang memimpin perang itu. Nama Khalid selalu menggentarkan Panglima musuh.Â
Tempaan RasulullahÂ
Khalid bin Walid seorang yang berpotensi besar dan tersohor, tetap harus di uji. Dalam rangkaian sejarah yang telah diuraikan, ada beberapa hal yang dilakukan Rasulullah SAW dalam mengkader Khalid. Pertama, menghilangkan karakter superior dan bangga diri dalam diri Khalid. Khalid memang seorang terhormat di komunitas lamanya dikalangan kaum Quriasy, namun dia harus membuang jauh-jauh kedudukan itu saat bergabung dengan komunitas barunya. Sampai dia benar-benar mampu membuktikan kualitas dirinya dalam berkontribusi nyata.Â
Kedua, "Learning by Doing". Rasulullah SAW tahu potensi Khalid yang cerdas dan "fast learner", lebih cepat memahami sesuatu yang baru dalam situasi dan tantangan yang nyata. Dalam perang Mu'tah, Khalid dengan cepat belajar tentang kepatuhan, ukhuwah, proses pengambilan keputusan dan berbagai nilai-nilai lainnya dalam lingkungan kaum muslimin. Khalid lebih banyak mendapatkan dan mempelajari nilai-nilai itu dalam pertempuran, bukan dari proses popularitas saat bermasyarakat atau dari intensitas kehadiran dalam prosesi ibadah di masjid. Karena potensi Khalid memang sudah diprediksi Rasul sebagai Panglima dan Penakluk.Â
Ketiga, Loyalitas. "Mission Imposibble" Perang Mu'tah benar-benar menguji loyalitas seorang muslim saat itu. Sebelum peperangan dimulai, kaum munafik menghadap rasul dengan berbagai alasan agar tidak ikut dalam pertempuran. Pertempuran dengan kekuatan personil yang tidak berimbang itu bak menggadaikan nyawa. Hanya yang memiliki loyalitas dan keimanan yang tinggi yang ikut dalam pertempuran itu.Â