"Kamu kapan nikah?"
Pertanyaan semacam ini seakan sudah menjadi tradisi untuk dilontarkan kepada mereka yang dianggap mencapai umur yang pas untuk menikah. Memang, menikah adalah impian hampir semua orang. Akan tetapi, hal semacam ini tidak sepatutnya dipertanyakan. Sebab, siapa, sih, yang tidak mau menyempurnakan separuh agamanya? Terutama bagi mereka yang telah mencapai umur 22-25 tahun, yang menurut kebanyakan orang, sudah waktunya melangsungkan pernikahan. Sibuk bermain bersama sang buah hati, sibuk merancang masa depan anak, sibuk membentuk keharmonisan dalam keluarga kecilnya.
Bertambahnya usia itu pertanda seseorang melewati fase kehidupan ke jenjang yang lebih dewasa, bukan tolak ukur siap atau tidak untuk menikah. Menikah itu butuh komitmen yang kuat, lho. Analoginya gini. Kalau ada pasangan yang pacaran selama dua sampai tiga tahun terus sudah merasakan bosan, apa jadinya pernikahan yang akan dijalankan seumur hidup? Apakah kata 'pisah' selalu menjadi solusi yang lazim?
Alangkah baiknya, sebelum menikah, luruskan dulu niatnya, semata-mata karena untuk beribadah kepada Allah, jangan hanya karena ingin terbebas dari pertanyaan 'kapan nikah' atau cuma sekadar ikut-ikutan tren saja. Teman nikah, ikut nikah. Teman sudah memiliki anak pertamanya, terus jadi senewen berkeinginan menjadi orang tua juga, padahal, kondisinya masih belum siap di posisi itu. Jadi, abaikan saja pertanyaan itu. Luruskan saja niat membentuk diri menjadi lebih baik. Jodoh pasti bertemu. Masing-masing orang pasti menemukan waktu dan kebahagiaannya sendiri.
"Iya, aku yakin sama hal itu. Tapi kalau aku telat nikah, gimana?"
Memang ada, ya, istilah telat nikah?
Nikah itu, butuh persiapan yang matang, dari berbagai aspek. Semuanya harus dirancang sedetail mungkin, harus benar-benar dipikirkan. Bukan menganggap mudah, tetapi juga tidak mempersulit jalan menuju sana. Ada baiknya, mengetahui terlebih dahulu syarat-syarat untuk melangsungkan pernikahan adalah langkah awal dalam mempersiapkan pernikahan itu sendiri.
Dengan memiliki persiapan yang matang sebelum menikah, lika-liku permasalahan yang sangat rumit di tengah perjalanan membentuk rumah tangga setidaknya bisa diminimalisir. Entah itu permasalahan gas dan beras yang habis secara bersamaan, mertua yang ikut campur masalah keluarga, perbedaan pendapat dalam mengurus anak, dan lain-lain yang bisa menjadi penyebab ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Jika telah mempersiapkan ilmu, hal-hal itu setidaknya bisa ditanggulangi.
Selalu ingat, bahwa menikah bukan ajang perlombaan yang mengharuskan siapa saja untuk lebih dulu berkeluarga, punya anak, lalu menimang cucu. Tidak semua yang ada di kehidupan satu orang, sama persis dengan kehidupan orang lain.
Kalau ada yang bilang, "Umur, kan, ada batasnya. Amit-amit, ya, kalau belum menikah tetapi sudah dijemput oleh ajal."
Iya, umur memang ada batasnya, tetapi tidak lantas ini menjadi alasan untuk buru-buru menikah. Justru persiapkan diri dari sekarang agar kelak di kemudian hari segera bertemu dengan seseorang yang cocok. Jika raga ternyata terlebih dahulu berjodoh dengan ajal, Tuhan sudah berjanji akan memberikan jodoh di akhirat kelak.