Sirojul Munir atau yang biasa disapa Mang munir merupakan salah satu guru atau ustadz Madrasah Diniyah Nurul Hidayah Jamanis. Dia adalah anak dari Almh. Ocoh dan Alm. Zaenal Abidin. Kedua orang tua nya telah meninggal dunia, ayahnya beliau meninggal pada tahun 2000 dan ibunya meninggal pada Maret 2022 yang lalu. Mang Munir merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara.
Mang Munir lahir pada tanggal 27 Desember 1972 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Dia terlahir di lingkungan sebuah pesantren yang bernama Nurul Hidayah, dimana berdasarkan pernyataan beliau, Pesantren tersebut adalah awal dari berdirinya Madrasah Diniyah Nurul Hidayah.
Pada tahun 2007, beliau menikah, ia menikahi seorang perempuan yang sebelumnya merupakan seorang muridnya di madrasah. Dan saat ini, sudah dikaruniai tiga orang anak. Serta, beliau ini, dari tahun 2000 atau sebelum beliau menikah, beliau sudah mengasuh seorang anak perempuan yang merupakan anak dari adik beliau yang bercerai.
 Beliau merawat anak tersebut bersama almarhumah ibunya. Saat pergi kemanapun, baik itu mengaji atau acara apapun, seorang anak tersebut selalu ikut dengannya.
"Dia seperti anak saya sendiri, dan memang sejak dulu saya menganggap dia adalah anak saya. Dibanding dengan orang tuanya, saya adalah orang yang paling dekat dengan dia", ungkapnya
Saat ini, Mang Munir tinggal di Kampung Kertasari RT 01 RW 06, Desa Condong, Kecamatan Jamanis, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Sewaktu kecil Mang Munir pernah bersekolah di MI Condong, dan lulus sekitar tahun 80-an. Lalu dia melanjutkan pendidikannya di beberapa pesantren.Â
Berdasarkan pernyataan beliau, Madrasah Diniyah Nurul Hidayah tersebut yang merupakan tempat kelahirannya, dulunya adalah sebuah pesantren yang dulunya memiliki cukup banyak santri yang datang dari berbagai daerah berbeda. Dan ayah beliau, dulunya termasuk pengurus, pendiri dan juga pengajar di pesantren tersebut.Â
Beliau mendirikan pesantren tersebut bersama dengan 3 saudaranya beserta tokoh yang lain. Tapi seiring Waktu, selepas almarhum ayah nya dan Guru-guru lainnya wafat, pesantren tersebut akhirnya sepi dan kehilangan banyak santrinya sampai akhirnya tutup dan berubah menjadi hanya madrasah Diniyah.
Menurut pendapatnya kembali, Kota Tasikmalaya  yang dikenal sebagai kota santri, di setiap sudutnya terdapat begitu banyak pesantren. Hampir setiap kampung semuanya memiliki pesantren, bahkan didalam satu kampung, bukan hanya memiliki satu saja pesantren, tetapi ada juga yang lebih dari satu. mungkin hal tersebut yang membuat santri disini akhirnya lama-lama menghilang. Mereka lebih memilih pesantren dengan guru-guru yang masih lengkap dan terkenal.