Kurasa tak ada salahnya
lebih banyak mendengar.
Lagipula telingaku memang dua,
boleh jadi itulah alasannya.
Sore kemarin, kebetulan sekali
seseorang menggumamkan sesuatu,
yang selama ini berdengung.
Nak, kepala dua bukan berarti
kau sudah cukup akal.
Boleh jadi kau ini hanya
tumbuh besar saja.
Hanya kian menua.
Satu, dua, tiga kali
hingga aku bosan mengingatnya.
Segala sesuatu seolah
sudah ada cap pabriknya.
Begitulah kata suara-suara,
di luar kepalaku.
Katanya, bagaimanapun juga,
ikan sarden tetaplah ikan sarden
meski ia dalam kaleng.
Aku terbiasa mendengar
untuk lebih mengerti,
diam sambil meresapi.
Lalu kupikir, ada benarnya,
bahkan boleh jadi aku
tak lebih mengerti.
Tak punya kuasa
atas badan sendiri.
Namun, belakangan
khalayak makin pandai menduga.
Lebih mahir mencibir,
tapi sering lupa berkaca.
Ah sudahlah, harusnya aku tak mendengar,
suara-suara di luar kepala.
// 11.55 pm //
Kamis, 14 FebruariÂ
Magelang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H